Page 117 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 117
Sudah menjadi bawaan umum orang Minangkabau mereka
takkan merespon kedatangan sesuatu yang baru. Kalaupun
pada awalnya tertarik, tapi berupaya tidak menampakkan
perhatian, malan terkesan tak acuh. Tapi kalau dinilai baik dan
berguna, diam-diam menyimak, kemudian melirik segi-segi
negatifnya. Setelah dikaji ditimbang-timbang barulah beraksi.
Untuk mencari tahu lebih lanjut mereka gengsi bertanya
langsung. Begitulah kehati-hatiannya terhadap kehadiran
Islam di ranah Minang.
Sesungguhnya, kedatangan agama baru ini tidaklah
merugikan eksistensi Adat, malah memperkokoh. Diantara
banyak misi Nabi Muhammad, setidaknya ada empat
kesamaan pandang antara keduanya (Adat dan Islam), seperti:
1. Pesan moral kehalusan budi, akhlaqulkarimah.
2. Ajaran menjunjung tinggi martabat wanita.
3. Persamaan derajat ummat manusia.
4. Berguru dari alam.
Empat kutub inilah yang menjadi magnet ketertarikan
Minangkabau kepada Islam, sehingga Islamisasi menempuh
jalan patas. Walaupun sebelumnya mereka telah beragama,
tapi empat faktor di atas tidak terisi oleh ajaran Hindu yang
dianutnya. Nah, dijalur khusus itulah Adat dan Islam jalan
gandeng berbimbing tangan. Lambat tapi pasti. Lambat karena
sifat kehati-hatian, pasti karena setujuan.
Sejarah mencatat bahwa masyarakat Minangkabau tidak
serta merta menerima Islam dengan tangan terbuka, tapi
berproses. Sekurangnya ada 7 tahapan yang dilalui menuju
keserasian pemahaman antara “sang tamu” dan “tuan rumah”.
Bahwa ada tiru hampir-hampir “diagamakan” masyarakat
tempo dulu, sehingga agama-agama yang diterima sebelum
Islam, tidak mampu menggantikan peranan Adat sebagai jalan
88
Yus Dt. Parpatih