Page 155 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 155
sebuah bangunan ibadah apabila dipergunakan untuk
bershalat Jumat maka dia menjadi Masjid. Sebaliknya
walaupun besar dan mewah tapi tidak untuk bershalat Jumat
maka dia disebut Surau, Mushalla atau Langgar.
Di Minangkabau Surau merupakan sarana pendidikan
Agama dan umum untuk kaum remaja putera, beda dengan
Pesantren. Pendidikan Surau bukan hanya memproduksi
manusia taat dalam hubungan vertikal dengan Khaliknya saja
tapi juga masyarakat untuk membangun hubungan antar
manusia. “Hablum Minallah, Hablum Minannas “. Makanya
alumni Surau siap pakai dilapangan dunia dan akhirat, lahir
dan batin. Menjadi cerdas, taat dan bermartabat. Sehingga
hidup mandiri dan harus sanggup memikul beban orang lain.
Itulah metode pendidikan Surau yang membantu
mengantarkan anak Minang menjadi “Insan Khairunnas”
Alhamdalillah.
Sesuai dengan sunah Rasululah, anak-anak yang berangkat
baligh diajar shalat, tidak boleh keluar masuk kamar orang tua
dan jangan bergaul terlampau akrab dengan saudara-
saudaranya yang perempuan. Dalam pengamalan itu, para
Ninik Mamak dan Alim Ulama membuat aturan agar anak-anak
sejak berumur 8 tahun diharuskan meninggalkan rumah dan
tidur di Surau untuk dididik. Orang tua mengantarkan anaknya
belajar mengaji. Menyerahkan kepada guru berupa 1 batang
lidi beserta 5 butir cabe. Itu hanya sebagai simbol yang
bermakna. Kalau anak saya nakal tolong dipukul, bila dia malas
usap matanya dengan cabe. Itu merupakan penyerahan total
dari orang tua murid kepada guru. Berangkat dari rumah
hanya membawa selembar sarung buat selimut tanpa bantal
dan tikar. Tidur meringkuk di lantai pelupuh yang dingin.
Menderita?Ya. Tapi itulah latihan fisik melawan kemewahan
126
Yus Dt. Parpatih