Page 156 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 156
mempersiapkan seorang calon pemimpin. Pemimpin bagi
dirinya, pemimpin kaum dan negerinya nanti.
Setelah makan petang di rumah, berkemas ke surau untuk
shalat Magrib berjamaah. Ada guru bantu untuk memandu tata
tertib shalat yang benar. Selesai zikir dan doa, terus
berhamburan membentuk lingkaran bagi pelajar menurut
tingkatnya masing-masing. Namanya Halaqah. Kelas rendah
diajar oleh “guru tuo” (asisten), bagi kelas tinggi langsung oleh
“guru gadang”.
Selesai shalat Isya melanjutkan pelajaran sesual jadwal.
Pada malam-malam tertentu mendengarkan fatwa Agama
yang disebut tausiyah, ada pidato da’wah yang namanya
muhadharah atau pidato adat, latihan azan dan lain-lain. Setiap
sudah menjalani pelajaran rutin tersebut turun ke halaman
surau untuk belajar pencak silat, randai dan kesenian
tradisional lainnya. Masing-masing ada guru khusus.
Setelah itu, naik ke surau untuk berebut mengambil
tempat tidur masing-masing. Dan menjelang tidur ada lagi
pelajaran “kurikuler “seperti teka-teki, berbalas pantun atau
debat kusir. Kadang-kadang ada ciloteh “kurang ajar” yang
mengundang tawa, adakalanya berkelahi. Semua itu
bermanfaat untuk belajar arti kritis dan tanggap logika. Besok
pagi selesai shalat subuh pulang untuk melakukan pekerjaan
rumah. Ada yang sekolah, ada yang membantu orang tua ke
sawah atau menggembala ternak. Sore ke surau lagi, subuh
pulang ke rumah begitu setiap hari.
Selain sebagai asrama pemuda, Surau juga menjadi tempat
menginap bagi para duda yang juga pantang tidur di Rumah
Gadang. Hal ini sekaligus sebagai upaya menciptakan
keamanan lingkungan. Sekiranya ada rumah kemalingan atau
tindak kejahatan lainnya, pelakunya bisa dilacak, siapa-siapa
Menyingkap Wajah 127
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya