Page 159 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 159
muridnya alam yang statis. Tapi bukan semua orang
berpendapat demikian. Kiranya janganlah membayangkan
alam bagaikan pengajar yang berdiri di muka kelas. Seperti
umpamanya ungkapan “belajar dari pengalaman”. Pengalaman
itu kata benda, bukan makhluk. Dalam hal ini kata “Guru” dapat
mewakili kata “inspirator” pemberi inspirasi. Ia merupakan
titik awal dari ide menuju karya cipta. Bukankah penemuan-
penemuan dibidang transpostasi modern berkat inspirasi dari
alam hewan, sehingga tercipta kendaraan mobil dari kuda yang
berlari kencang. Penemuan kapal api mendapat gagasan dari
bebek dan ikan. Begitupun para ilmuwan merancang pesawat
terbang setelah ilham dari burung yang dapat bergerak tanpa
menginjak bumi.
Adalah satu ajakan bijak yang disemboyankan orang
Minang berguru dari alam. Sesungguhnya alam hewan,
tumbuhan dan benda mati mengandung banyak hikmah yang
dapat dikutip dari prilaku dan sifat-sifatnya. Intisarinya
dihimpun sebagai rujukan dalam pembentukan pribadi
menuju masyarakat yang bermatabat. Sekelumit sinyal dari
tabiat alam dapat dijabarkan menjadi pondasi tegaknya
sebuah peradaban, tergantung dari kearifan orang yang
memandangi. Dalam hal ini ada seuntai gurindam yang
mengungkapkan rahasia alam untuk direnungkan.
Ungkapanannya berbunyi begini :
Walau sagadang bijo labu
Bumi jo langik ado di dalam
Dibalun sabalun kuku
Dikambang saleba alam
Jika diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa
indonesia, kira-kira begini bunyinya:
Sekecil apapun dia
130
Yus Dt. Parpatih