Page 158 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 158
Allah sendiri sudah memfirmankan untuk menyimak dan
mentala’ah lukisan-lukisan pada alam semesta. Seperti bunyi
Surat Al-Ghasyiah ayat 17-20: (17) Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? (18) Dan
kepada langit, bagaimana ia ditinggikan? (19) Dan kepada
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (20) Dan kepada
bumi bagaimana ia dihamparkan?
Atau pada ayat lain dalam penekanan “Afala ta’qilun,
afalaa tatafakkarun, afalaa ta’lamun yaa ulil altab” ? Nah,
sebagian pertanyaan ini telah dijawab oleh orang Minang! Awal
pertama manusia berguru dari alam setelah melihat
perkelahian sepasang burung gagak. Adapun semua anak
Adam dilahirkan kembar dua laki-laki dan perempuan.
Menurut syari’at waktu itu, wajib hukumnya perkawinan
silang antara saudara. Kakak laki-laki harus mengawini adik
perempuan dan adik laki-laki berjodoh dengan Uninya.
Karena ketertarikan kepada adik sendiri, sang Kakak Habit
berani melawan hukum. Dia tak berkenan memberikan Iqlima
adik kandungnya dan menolak dijodohkan dengan Labuda
kembaran Qabil. Maka terjadilah silang sengketa disusul duel
dua saudara, Qabil terbunuh. Habil bingung menggendong
jenazah hilir mudik. Mau diapakan mayat ini! Saat itulah terjadi
perkelahian maut sepasang burung gagak di atas pohon. yang
kalah jatuh yang menang turun lalu mengais-ngais pasir dan
menimbunnya. Kejadian itulah yang ditiru Habil sebagaima
yang dicontohkan burung gagak.
1. Baguru dari Alam.
Ada yang mengatakan bahwa semboyan Alam Takambang
Jadi Guru adalah ajaran pembodohan, sebab alam adalah objek
eksploitasi oleh manusia, kok malah dijadikan guru. Padahal
kita manusia diberi akal dan rasa tidaklah pantas menjadi
Menyingkap Wajah 129
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya