Page 182 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 182
Bagaimana dengan Minangkabau? Hak-hak perempuan di
sana telah diberikan tanpa diminta. Sebelum emansipasi
diperkenalkan, wanita Minang sudah “beremansipasi” lebih
awal. Semua hak diberikan, hak ekonomi, hak sosial, hukum
dan lain-lain. Namun bukan persamaan hak secara liar, tetapi
tetap dalam koridor kewanitaannya berputar dirotasi kodrat
sunatullah. Makanya disaat agama Islam dating, bengkalai
hukum Wanita telah diselesaikan oleh Adat. Itulah salah satu
mata rantai yang menghubungkan antara Adat dan Syarak di
Minangkabau. Menurut budaya disana posisi perempuan
bukan di depan laki-laki menjadi komandan, bukan disamping
tegak sejajar. Tapi tetap dibelakang ikut suami. Namun
jaraknya hanya selangkah. Apabila suami jalan menyimpang
istri wajib mengingatkan kalua perlu menariknya kebelakang.
Beliau ingin terus juga silahkan ke neraka, istri tak mau ikut
Wanita Minang tidak pernah dijjajah laki-laki, malah
dimanjakan. Bravo Wanita Minangkabau.
7. Demokrasi
Revolusi Perancis pada tahun 1789 Masehi telah merubah
wajah pemerintahan dunia dari Kerajaan ke Republik.
Sebelumnya raja-raja di Barat maupun di Timur memerintah
rakyatnya secara otokrasi. Kerabat raja sebagai golongan
ningrat berdarah biru adalah manusia utama ibarat Dewa.
Istana bagaikan bangunan angker yang tidak bisa dimasuki
sembarangan orang. Sedangkan Raja menempatkan dirinya
sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Itu sebabnya kekuasaan
mutlak digenggam Undang-Undang di mulutnya dan sangsi
hukuman berdasarkan murka atau belas kasihan Paduka Raja.
Sejak akhir abad ke-18, gelombang badai Revolusi yang
diawali zaman Raja Lodewyk ke XV di Prancis rakyat di negara-
Menyingkap Wajah 153
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya