Page 183 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 183
negara kerajaan serentak bangkit menuntut perubahan. Maka
secara bergelombang beralihlah bentuk pemerintahan dari
Tirani ke Demokrasi. Akhirnya tinggal Belanda, Inggris,
Spanyol, Jepang, Thailand dan beberapa negara saja yang
bertahan. Itupun kepala pemerintahan di tangan Perdana
Menteri. Yang Mulia hanya sebagai lambang saja, duduk manis
di singgasana tanpa menerima sembah hamba sahaya. Dulu
semua bak kata awak, sekarang ditangan Presiden, dibawah
lembaga Tris Politika: Legislatif sebagai pembuat UU, Eksekitof
menjalankan dan Yudikatif lembaga Pengontrol. Begitulah
malunya sejarah. Selamat tinggal otokrasi, selamat datang
Demokrasi.
Sebelum Montesque mencanangkan demokrasi,
Minangkabau sudah mendahuluinya. Wilayah Luhak Nan Tigo
merupakan himpunan Republik-Republik kecil berbentuk
Nagari di bawah pemerintahan “presiden” berpangkat Angku
Palo. Beliau dipilih rakyat melalui pemilu berjenjang oleh para
Ninik Mamak. Nagari merupakan Negara berdaulat di bawah
UU Adat berazaskan musyawarah mufakat. Setelah Tigo Luhak
berkembang menjadi Alam Minangkabau, daerah
pemekarannya sampai ke wilayah-wilayah Kerajaan Lokal
yang disebut Rantau. Itu yang dimaksud dengan Luhak
Bapanghulu, Rantau Barajo. Artinya nagari-nagari dipimpin
Panghulu yang dipilih secara demokrasi, kerajaan lokal
dikepalai Raja. Tapi sekarang Luhak dan Rantau sudah sama-
sama dipimpin Panghulu, kekuasaan Raja sudah pupus.
Mengapa ini bisa terjadi?
Seiring dengan perjalanan waktu, pada abad-abad yang
lalu terjadi perpindahan penduduk dari Luhak yang sudah
padat kewilayah Rantau yang masih longgar. Secara evolusi
terjadi pembauran budaya antara keduanya. Seumpama dari
154
Yus Dt. Parpatih