Page 180 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 180
Gadang aman dan ria saja. Mungkin setiap sambungan
bergerak dan telapak tiang bergeser beberapa centimeter
dipermukaan sandi, kemudian kembali ke posisi awal.
Sedangkan Rumah Gadang dalam arsitektur modern akan
ambruk dihantam kekuatan gempa dan angin puting beliung.
Tapi bangunan lama dari bahan kayu tak pernah rubuh, paling
miring. Arsitek Minangkabau telah lebih dulu menciptakan
rumah anti gempa, sebelum ilmuwan Jepang memikirkannya.
6. Emansipasi
Hampir sepanjang sejarah, kaum perempuan dijajah laki-
laki. Sebagai manusia lemah yang harus dilindungi,
keberadaan wanita hanya diperlukan untuk bibit dan
kebutuhan bilogis saja. Wanita menjadi beban keluarga.
Tenaganya tak bisa dihandalkan tidak kuat untuk mengolah
tanah pertanian, untuk mengembala ternak apa lagi pergi
berperang. Malah ada kalanya memancing huru-hara perang
suku kalua kebetulan si gadis berparas rupawan. Seperti
halnya masyarakat Arab jahiliyah sebelum Allah menurunkan
Muhammad. Kehadiran perempuan tidak diharapkan. Setiap
bayi perempuan yang lahir harus dibunuh. Demikianlah tarekh
meriwayatkan.
Di Tiongkok lain lagi ceritanya. Perempuan hanya
penunggu rumah. Sejak balita anak gadisnya dipasangkan
sepatu besi supaya telapak kakinya menciut sampai tidak bisa
kemana-mana. Sampai tua tetap penghuni rumah. Di India
seorang istri wajib mengabdi suami tanpa service. Tidak saja
semasa suami hidup, sudah meninggal-pun wajib ikut mati. Di
saat jenazah suami dikeramasi istri mesti ikut kualat jadi abu.
Itu tanda pengabdian terakhir. Wanita Jawa dulu dianggap
kualat (berdosa) kalau mengengkari perintah suami. Di sana
Menyingkap Wajah 151
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya