Page 197 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 197

berbondong-bondong mengikuti dua ekor berukuran sangat

                  besar.  Konon  yang  berenang  paling  depan  adalah  nenek
                  moyang  mereka.  Dan  banyak  lagi  keanehan-keanehan  Ikan

                  Sakti tersebut.

                        Kalau ada yang bertanya dari mana asal-muasal Ikan Sakti
                  yang  menjadi  ikon  kampung  Sungai  Janiah  Itu?  Begini

                  ceritanya.  Dahulu  kala  ada  seorang  ibu  petani  sedang

                  menggarap  ladang.  Sepasang  anaknya  yang  masih  balita  di
                  tinggal  dibawah  sebatang  pohon  rindang.  Sewaktu  ingin

                  istirahat  sambil  menjenguk  si  Buyung  dan  Upik  dia  keget
                  karena  mereka  sudah  tak  ada  ditempat  tadi.  Dia  cari

                  berkeliling seputar ladang, tidak ada. Dia bersorak memaggil

                  anak-anakya tetap tak ada sahutan. Panik, dapat dibayangkan,
                  bagaimana  gundahnya  hati  seorang  ibu  kehilangan  anak-

                  anaknya dalam hutan semak belukar. Hari makin petang dan

                  gelap, ibu ini putus asa dan kelelahan, akhirnya tertidur. Nah,
                  dalam  tidur  itulah  dia  medengar  suara  sayup,  katanya

                  “Pulanglah,  tak  usah  dicari  lagi,  anak-anakmu  sudah  kami

                  selamatkan, besok lihatlah mereka berenang di kolam itu. Si
                  ibu  terbangun.  Dan  benar  saja,  besok  pagi  dia  menyaksikan

                  kedua anaknya berenang berdampingan. Kepala buyung dan
                  upik jelas terlihat, sedangkan badannya berbentuk ikan.

                  Itulah cerita ikan sakti.

                        9. Air Tanjua

                        Kolam Ikan Sakti dilatari oleh sederet bukit kecil dengan
                  ketinggian 300 meter. Di punggung bukit paling puncak sekali

                  menonjol tumpukan batu gunung berbentuk wadah. Tempat

                  itu digenangi air jernih layak diminum, berdiameter sekitaran
                  120 cm. Air itu menggenang abadi tanpa pernah susut atau

                  melimpah. Begitu musim hujan, begitu juga kemarau panjang.










                       168
                                  Yus Dt. Parpatih
   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202