Page 202 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 202
dalam pergaulan perbesanan beliau merasa asing dan terkucil.
Ini merugikan secara psikologis berdampak kurang elok.
Untuk itu berilah dia gelar Adat. Tapi gelar dari mana padahal
dia tak bersuku.
Ajaran adat memberikan celah untuk itu. Caranya lebih
dulu calon Marapulai dimasukkan ke salah satu suku tertentu,
lebih afdhal ke suku bako tunangannya. Tentu saja menurut
tata cara yang sudah diatur Adat Salingka Nagari. Itu namanya
“malakok”. Barulah kemudian pihak yang punya “kamanakan
angkek” menganugerahkan gelar, kepadanya juga tempat
menjemput Marapulai. Dengan demikian dia merasa sudah
menjadi urang awak dan nanti anak-anaknya sudah punya
Bako.
Sering terdengar seseorang mengaku tidak punya gelar
karena istrinya bukan orang awak. Ini keliru, bahwa gelar milik
semua laki-laki dewasa di Minangkabau. Tak ada kaitannya
dengan daerah asal perempuan. Pakaikan gelar itu dan
banggalah dengan identitas anda sebagai anak Minang yang
beradat. Mamak berkewajiban menurunkan gelar kepada
kemenakan walau pun menantu awak bukan wanita Minang
Asli.
D. ETIKA BERBICARA
Menurut budaya Minangkabau semua orang bebas bicara
dan berpendapat tapi punya batas-batas tertentu. Harus
disesuaikan dengan tempat, waktu dan lingkungan.
Sesungguhnya lidah itu racun sekaligus penawar. Luka tangan
di mata pisau bisa sembuh, luka hati diujung lidah susah
obatnya. Itu sebabnya pepatah mengingatkan “Mangecek siang
mancaliak-caliak, mangecek malam maagak-agak”. Maksudnya
hati-hati dalam bicara. Keluarkanlah kata-kata bermanfaat
Menyingkap Wajah 173
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya