Page 252 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 252
Basandi Syarak. Orang lain menterjemahkan kata “sandi”
dengan sendi. Pada hal arti sandi yang dimaksud disitu adalah
“alas atau pondasi”. Sedangkan sendi dalam bahasa Minang
adalah Sandiang atau Sudut. Itu pengertian yang jauh
menyimpang.
Contoh lain dari satu Pepatah yang berbunyi: Tak Aia
Talang Dipancuang. Dalam bahasa Minang, talang adalah
sejenis bambu tipis yang besar penampangnya sekira lengan
orang dewasa. Kadang-kadang (jarang sekali) dalam ruas
talang itu ditemui sedikit air. Di saat air sulit dijumpai, cobalah
memancung talang, untung-untung disitu ada air. Maksud
Pepatan ini: Pada waktu paceklik, walaupun belum tentu
berhasil haruslah berusaha semaksimal mungkin. Lakukan
sesuatu agar keluar dari situasi gawat darurat.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, talang itu ialah
saluran (pembuluh) cucuran atap. Terjemahannya : Disaat
memerlukan air pancunglah pembuluh. Padahal di situ takkan
ditemui setetes air pun kecuali waktu hujan. Jelaslah
terjemahan itu ngawur tak masuk akal ! Ada lagi satu contoh
dari kesalahan tafsir satu Pepatah: “Tangan Mancancang Bahu
Mamikua”. Orang lain memahami satu pepatah bahwa
demikianlah kekompakan anggota tubuh. Setelah tangan
melakukan pekerjaan mencincang, lantas bahu menjalankan
tugasnya memikul hasil kerjaan tangan. Pesannya adalah
“kerjasama”. Walaupun kalimat ini positif tapi bukan demikian
yang dimaksud pepatah di atas. Pengertian yang benar ialah
akibat dari pekerjaan tangan yang salah tindak, terpaksa bahu
yang tidak tahu menahu memikul tanggung jawab. Inilah
perbedaan antara dua penafsiran itu. Orang non Minang
memahaminya sebagai “gotong royong” sedangkan maksud
Menyingkap Wajah 223
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya