Page 266 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 266
dari Selatan masing-masing di komandoi Simbolon dan
Nawawi. Gerakan ini atas kesepakatan Sungai Dareh yang di
hadiri oleh tokoh-tokoh militer, tokoh politik, Alim Ulama dan
Niniak Mamak Minangkabau.
Pemerintah Pusat menanggapinya sebagai pernyataan
perang. Pihak APRI (Angakatan Perang Republik Indonesia) di
bawah Jenderal AH Nasution segera melancarkan operasi
militer. Gayung bersambut, PRRI siap menerima tantangan
Jakarta. Maka terjadilah malapetaka itu. Sumatera Barat
menjadi lautan api. ALRI memberondong Kota Padang dari
laut, pasukan elit RPKAD menyiram dengan bom. Di daulat
anak buah Dahlan Jambek menyonsong dengan bazooka, jenis
senjata berat yang belum dipunyai APRI waktu itu Kolonel
Ahmad Yani menurunkan Angakatan Darat. Kodam Brawijaya,
Diponegoro dan Siliwangi tumpah ruah ke Sumatera Tengah
dan fokus ke Sumbar. Mereka merayap di setiap jengkal tanah
Minang. Pihak tuan rumah menghadang diliku-liku strategis.
Mayat bergelimangan dimana-mana. Gubernur Ruslan
Muliyardjo memerintahkan supaya rakyat membuat lobang-
lobang perlindungan.
Pada awalnya kekuatan berimabang. Tapi setelah 2 tahun
perang frontal maka kalah kualisi, strategi dan amunisi.
Pasukan Revolusioner yang di dukung sukarelawan dan
Tentara Pelajar terdesak. Pasukan Dewan Benteng dipukul
mundur, masuk hutan melanjutkan perang gerilya.
Walaupun medan dikuasai PRRI, tetap saja kewalahan
menghadapi tentara pusat yang unggul dalam segala hal. Ibarat
pertandingan tinju, setelah dibayar di sudut ring dan lari-lari
di sepanjang arena yang terus di buru, akhirnya kepayahan
tetapi tidak juga KO. Keadaan makin kritis. Mau lempar handuk
atau lanjut ke ronde berikutnya, dua-duanya pilihan rumit.
Menyingkap Wajah 237
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya