Page 261 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 261
3. Sudra : Golongan rendah tidak punya
martabat
4. Patria : Golongan: manusia yang paiing
hina-hina.
Ajaran perbedaan harkat manusia inilah yang
bertentangan dengan kultur Minangkabau. Sebagai
masyarakat Egaliter hal seperti itu tidak diterima. Bahwa tak
ada perbedaan manusia antara satu dan lainnya walaupun ada
hanya pembatas antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Kemuliaan bagi para pemimpin adalah tugas Kepemimpinan
bukan manusianya. Itupun selagi beliau berada dijalur yang
benar. Kekuasaan Panghulu sebagai kepala kaum dibatasi oleh
Fatwa Adat berbunyi: “ditinggikan sarantiang, didahulukun
salangkah” artinya kekuasaan yang terbatas. Apa bila tidak
amanah apa lagi berkhianat maka beliau akan dimakzulkan.
Tinggi seranting mudah direnggutkan ke bawah, dahulu
selangkah gampang menariknya kebelakang. Maka kalau itu
terjadi beliau kembali menjadi rakyat. Tak ada lagi baginya
kelebihan. Kok kunun mewariskannya kepada keturunan!
Begitupun kepemimpinan sebagai Mamak Jalam persukuan.
Dia dihargai sciama Bajalan Luruih Bakato Bana, benar dalam
perkataan jujur dalam perbiatan. Kalau menyimpang
hendaklah luruskan dengan argumen yang bertanggung jawab.
Mama boleh dilawan dengan kebenaran guru boleh didebat
dengan dalil. Hanya cara menegurnya dengan bertata krama,
melaiui bahasa santun dan sopan. Umpama: Mengatakan
Mamak salah dengan kalimat “mungkin mamak khilaf” atau
“Kita kurang sependapat”. Begitulah kiat memelihara martabat
beliau sebagai pemimpin.
Hal ini berbeda dengan masyarakat feodal di daerah lain.
Bagi mereka setiap perkataan pemimpin harus dibenarkan
232
Yus Dt. Parpatih