Page 277 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 277
Dalam acara nanti akan ditampikan orkestra secara “live”
kata beliau. Nuskan tertarik dan menyanggupinya. Kalau
berhasil ini merupakan prestasi luar biasa sebab belum pernah
ada sebelumnya. Dengan mengantongi amplop sebagai modal
kerja, Nuskan mula menyusun partitur. Dia himpun semua
pelaku jenis instrumen Minang tradisi seperti: Salung, Rebab,
Bansi, Serunai, Talempong, Kecapi, Pupuik, Genggang, Tambur
Tansa dan lain-lain. Semua hadir antusias ingin menunjukkan
kebo-lehannya masing-masing. Sesuai partitur, garapan
dimulai. Latihan berlanjut terus menurut skejul yang sudah di
susun.
Setelah beberapa kali berlatih, Nuskan garuk garuk kepala
tapi tetap yakin.... Sebagai musik Simponi tentu menampilkan
semua bunyi menurut komposisi. Ada yang berfungsi sebagai
backsound, ada sekedar illustrasi, kadang-kadang ada yang
dominan berdasarkan teknik musik. Ini yang sulit dipahami
mereka. Bunyi yang seharusnya berhenti dilanyau saja. Yang
sendu mendayu malah ditiup kencang. Bayangkan kalau
tambur dibebaskan semua dia gulung, rebana dan talempong
tak mau kalah. Selama ini hampir tidak ada kemajuan. Nuskan
mulai frustasi.
Latihan-latihan berlanjut beberapa kali namun tetap saja
amburadul. Semua apa yang dirancang berantakan sudah....
Akhirnya Nuskan menerah putus asa. Setelah empat bulan
berjalan, latihan di stop. Gagal total! Angku pemesan dihubungi
seraya menyatakan dia tidak sanggup. Maaf Pak proyek
dihentikan” kata Nuskan. “Mengapa; kurang dana?” tanya
beliau. Dengan tersipu Nuskan menjawab: “Bukan begitu, Pak.
Nampakya masing -masing pelaku ingin melodi semuanya tak
mau diatur”. Dengan senyum tipis beliau menimpali. Merang
dari awal saya kurang yakin juga. Kegagalan ini meyakinkan
248
Yus Dt. Parpatih