Page 278 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 278
saya, bahwa memang demikianlah sifat egosentrisnya orang
kita. Semua ingin menonjol, semua ingin menjadi kepala
semut, pantang dibelakang menjadi ekor gajah. Penyakit ini
sudah lama digambarkan oleh kesenian salung. Seorang musik
seorang vokal yang lain tak perlu. Lain lagi egoismenya tukang
rabab. Dia yang mengesek dia juga yang menyanyi semua dia
borong. Di samping positifnya inilah sisi gelap adagium.
“Daripada menjadi ekor gajah lebih baik menjadi kepala
semut”.
I. MANA PAKAIAN ASLI MINANG?
Ada dakwaan bahwa mutu kebudayaan Minangkabau lebih
rendah dibanding suku lain di Nusantara. Terutama dalam hal
pakaian tradisionalnya. Urutannya di bawah Jawa, Makasar,
Batak dan Melayu. Ternyata yang mereka sebut pakaian tradisi
Minang itu hanyalah pinjaman atau hasil mencontoh dari
orang lain. Seumpama:
1. Saluak
Perangkat pakaian kebesaran Datuknya berupa “Saluak”
sebenarnya. adalah Blangkon orang Jawa. Bahannya saja dari
batik bukan kain lain, sesuatu yang tidak asli Minang. Hanya
sedikit perubahan bentuk.
2. Kain Bugih
Kain sarung bugis nyata-nyata milik orang Makasar.
Kemudian baru orang Silingkang membuat duplikatnya.
yang dinamakan Bugih Silungkang.
3. Guntiang Cino
Bajunya disebut Gunting Cina. Namanya saja sudah
menunjukkan punya orang Cina. Dalam hal ini mereka jajur.
4. Taluak Balango
Menyingkap Wajah 249
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya