Page 280 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 280
Masalah mode adalah masalah selera. Pepatah Minang
mengatakan “condong mato ka nan elok, tunggang salero ka
nan lamak”. Maksudnya yang dianggap baik dan bermanfaat
akan diambil tanpa memandang dari mana asalnya, itulah sifat
keterbukaan orang Minang. Akan disimpan dan dipakai selama
tidak bertetangan dengan kaidah Adat dan Syarak.
Inilah jawabannya:
1. Saluak
Adapun Saluak bukanlah Blangkon! Blangkon adalah tutup
kepala laki-laki Jawa. Dia dipakai semua laki-laki dalam setiap
suasana. Sedangkan Saluak adalah atribut pakaian Adat yang
dipakai khususnya oleh Ninik Mamak pemangku Adat, itupun
disaat-saat tertentu saja.
Penciptaan Saluak karena terinspirasi dari Blang-kon:
Mungkin! Tapi ia hasil modefikasi dengan bentuk berbeda.
Mungkin juga Blangkon diadopsi orang Jawa dari Hindia.
Sebelum Saluak diperkenalkan, para Panghulu biasa memakai
ikat kepala bernama “Deta Bakaruik” dari bahan sutra hitam.
Sekarang masih dipakai oleh beliau-beliau di daerah 50 kota
dan sebagian nagari di Tanah Datar.
2. Saruang Bugih
Benar; kalau sarung Bugis berasal dari Makasar. Tapi
masyarakat Minang tidak menelan mentah-mentah apa yang
mereka lihat. Ditempat asalnya kain tenunan itu dipakai semua
orang laki-laki dan perempuan sebagai sarung. Tapi di
Minangkabau merupakan pakaian khusus laki-laki Dewasa,
bukan saja untuk sarung tapi disandang dibahu melingkar
leher. Kain Bugis juga bagus dan pantas untuk “sisampiang”
selain disandang.
3. Guntiang Cino
Menyingkap Wajah 251
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya