Page 286 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 286

Sarana Lapau seolah-olah sidang umum DPR tanpa pimpinan

                  dan  keputusan  dengan  duduk  tak  beraturan.  Semua  orang
                  melakukan  instrupsi  memotong  pembicaraan  orang,  diiringi

                  debat  kusir  berkepanjangan.  Disitu  acara  bebas,  siapa  yang

                  bicara  paling  lantang  merasa  dirinya  hebat.  Sekali-sekali
                  terdengar  ujaran  kebencian,  Cimeeh  dalam  dosis  ringan

                  dilegalkan dimajlis Lapau.... Semuanya itu dinamakan OTA tapi
                  bukan omong kosong. Sesuatu yang dipujikan bahwa disana

                  tak ada dendam, tak ada sakit hati. Istilahnya “Dapek Dilapau

                  Hilang  Dilapau”.  Sebaiknya  bagi  anda  yang  terbiasa  hidup
                  serius tidak usah duduk dilapau.

                        Ada  yang  berpendapat  bahwa  keberadaan  Lapau  dan

                  Palanta        dapat        mempertajam             penalaran,          sekaligus
                  mencerdaskan  masyarakat.  Tak  berlebihan  kalau  dikatakan

                  Lapau  dan  Palanta  merupakan  sampel  Demokrasi  ala

                  Minangkabau. Tapi walaupun demikian, Kebebasan bicara di
                  sana yang umpama jalan tol bebas hambatan masih ada aturan

                  lalu lintas yang wajib dihormati. Seperti contoh dibawah ini :

                            Sebelum minum atau menyantap hidangan, tawarilan
                  orang salapau, minimal orang di kiri kanan tempat kita duduk.

                  Itu ajakan formalitas yang merupakan lambang basa-basi etika

                  duduk di lapau.
                            Mintak  api  rokok  yang  sedang  menyala  peganglah

                  bagian ujungnya. Pangkal rokok untuk dihisap orang. Hindari

                  memuji masakan warung sebelah. Itu menyiggung  perasaan
                  induk semang pemilik lapau, seolah-olah merendahkan citra

                  lapaunya.

                            Oleh  karena  sidang  di  lapau  ibarat  bermain  bola  di
                  tengah  sawah  tanpa  wasit  dan  hakim  garis,  maka  jangan

                  salahkan  pemain  yang  melakukan  “free  kick”  tidak  ditegur.
                  Bagi  yang  punya  hubungan  “sagan-manyagan”  antara








                                                         Menyingkap Wajah                      257
                                                         Minangkabau

                                                                      Paparan Adat dan
                                                                      Budaya
   281   282   283   284   285   286   287   288   289   290   291