Page 288 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 288
hanya harapan, sesuatu yang tinggal harapan sampai beliau-
beliau lengser dari jabatan. Hanya Pak Harto yang “nyaris”
mendapatkannya. Sayang gagasan beliau mengumpulkan uang
seribu perkepala untuk kesejahteraan Orang Minang lewat
program “GEBU MINANG” (Gerakan Seribu Minang) tak
kesampaian hingga Gebu Minang menyilih nama menjadi
“Gerakan Ekonomi dan Budaya Minang” . Entah sudah berapa
ribu uang terkumpul tak ada kabar berita.
Bicara soal Jasa, kurang apa jasa H. Agus Salim untuk
Minangkabau, jasa Hatta, Chairil Anwar, Tuanku Nan Renceh,
Imam Bonjol, Muhammad Yamin, Syahrir, Syafruddin, Arifin
Bey, Deliar Noer. Tapi pernahkah salah seorang dari beliau
menerima gelar anugrah dan Minangkabau? Jangankan gelar
Datuk, gelar sutan pun tak diberikan. Ada sifat ambivalen
sebagian kaum intelektual Minang yang berambisi mencari
jabatan di pemerintahan. Kalau selama ini beliau tak mau tahu
dengan Adat, tiba-tiba berminat menyandang gelar Datuk.
Dengan berbagai cara berhasil merebut gelar terhormat itu di
Kaumnya. Ini upaya mendapatkan simpati masyarakat
menjelang pemilu atau Pilkada. Pada baliho besar terpampang
gambar calon anggota DPR pusat/Daerah atau Kepala
Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota, lengkap sederet titel
serta gelar Datuk di dean namanya. itu pemandangan umum di
Sumbar menjelang pesta Demokrasi.
Setelah beliau duduk atau “taduduak” (kalah) gelar
Datuknya dilipat dulu untuk dikembang lagi lima tahun
mendatang. Kadang-kadang dipajang di forum-forum bersifat
Nasional, untuk menyatakan awak golongan ningrat berdarah
biru dari Minangkabau. Jelasnya, gelar Datuk dijadikan alat
promosi pencitraan pribadi.
Menyingkap Wajah 259
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya