Page 311 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 311

Tulang  tempo  hari”  pikir  Cindua  Mato,  yang  sangat  paham

                  dengan tabiat sahabatnya. Dengan penuh kasih sayang diusap-
                  usap punggung Gumarang untuk menenangkannya. “Ada apa

                  sayang?”  tanya  tuannya  yang  di  jawab  dengan  ringkikan

                  nyaring.
                        Peralatan  yang  dibawa  Tiang  Bungkuak  sebuah  kaca

                  cekung sebesar jangek tabuah di beri bingkai supaya mudah

                  memutar-mutar  mencari  arah.  Apabila  punggungnya
                  dihadapkan  ke  matahari,  maka  bagian  sebelahnya  akan

                  memantulkan cahaya tajam yang bisa diarahkan. Cahaya yang
                  dikeluarkannya sangat panas, saking panasnya bisa membakar

                  apa  saja  yang  dikenainya.  Kaca  tersebut  dinamakan  “camin

                  taruih”. Barangkali bahasa sekarang dinamakan “sinar laser”.
                        Kini tiba saatnya. Diawali doa-doa, Raja Tiang Bungkuak

                  mengangkat Camin Taruih mengarahkannya ke matahari yang

                  sedang panas terik. Cahaya terkurung di dalam kaca bagian
                  perutnya  mengeluarkan  sinar  berapi.  Sinar  api  itulah  yang

                  sekarang  ditembakkan  ke-sasaran,  yaitu  bangunan  istana

                  Pagaruyuang. Dari pangkalan penembakan jelas terlihat atap
                  ijuk  istana  dihantam  peluru  api.  Menyembur  warna  merah

                  menyala.  Istana  terbakar  hebat.  Asap  mengepul  keudara

                  menjadikan  langit  hitam  kelam.  Pekayuan  yang  terbakar
                  beterbangan  di  sekeliling  istana.  Dalam  sekejap  istana

                  Pagaruyuang hancur luluh menjadi abu.

                        Saat itu Cindua Mato sedang berbincang dengan Gumarang
                  kesayangannya.  Tiba-tiba  terlihat  kilatan  cahaya  dilangit

                  menunju  kearahnya.  Maka  terjadilah  malapetaka  itu!.  Istana
                  megah Pagaruyuang tinggal bara abu berserakan. Rupanya ini

                  takwil dan isyarat dari Gu-marang dalam ringkikannya. Cindua

                  Mato  panik,  tidak  tahu  mau  berbuat  apa.  Memang  tadi  dia
                  menampak darimana asal serangan. Tapa menghiraukan pekik








                       282
                                  Yus Dt. Parpatih
   306   307   308   309   310   311   312   313   314   315   316