Page 314 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 314
dirinya. Terkecuali dia mati dalam perkelahian yang adil. Duel
satu lawan satu.
Suatu pagi Cindua Mato disuruh menghadap Raja.
Gemuruh juga jantungnya menerima panggilan Raja yang tak
disangka itu. Apakah gerangan yang akan terjadi. Mungkinkah
akan digantung? Ya, terserah takdir saja.
Kalaupun harus mati, itu sudah ajal.
Cindua Mato pasrah dan tawakal. Rona itu membayang
diroman wajah yang tenang Aneh.... Tak disangka, kelihatannya
muka Raja tawar saja. “Tidak terkesan murka sedikitpun.
Malah dengan datar beliau bicara: Tiang Bungkuk
(TB) Cindua Mato (CMT)
TB : Kau tahu maksud kupanggil ?
CMT : Saya tidak tahu, Tuanku.
TB : Sudah tiga bulan kau disini. Sekarang apa yang kau
mau ?
CMT : Saya ini tawanan Tuan.... Terserah Tuanku saja.
TB : Kau tidak ingin bebas dari sini?
CMT : Tentu saja ingin, Tuan.
TB : Tapi ada syarat.
CMT : Syaratnya apa?
TB : Kau harus keluar secara jantan.
CMT : Saya belum paham maksud Tuanku.
TB : Kita berkelahi secara jujur.
CMT : Setelah itu?
TB : Kau kalah menjadi budak selama hidup
CMT : Kalau saya menang?
TB : Kau takkan menang
CMT : Umpama di takdirkan menang?
TB : Kau kubebaskan
CMT : Saya pikir-pikir dulu
Menyingkap Wajah 285
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya