Page 312 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 312
jeritan penghuni istana dia pacu Gumarang kearah Camin
Taruih. Nah, kedatangan itulah yang ditunggu-tunggu.
Sekarang Cindua Mato masuk perangkap. Dalam emosi tinggi
dia meradang sambil berteriak-teriak mencari lawan.
Dengan lantang dia bersorak: “Hayo... Keluar kalian...
Hadapi Cindua Mato”... Jelas dalam keadaan demikian orang tak
dapat mengendalikan diri. Begitu juga dengan Cindua Mato.
Semua ilmu akan lenyap, keberanian tak terpakai, perasaan
“simbaba” mengalahkan akal sehat. Jiwa Cindua Mato sudah
tak terkontrol. Dalam situasi itulah ia dijerat dengan jala dan
diikat tanpa per lawanan. Antara sadar dengan tidak, Cindua
Mato dinaikkan Kepunggung Gumarang menuju ranah Teluk
Kuantan... Akan halnya bagaimana nasib penghuni istana tak
ada keterangan. Hanya KABA mengabarkan bahwa Bundo
Kanduang, Dang Tuanku dan Puti Bunsu “mangirok” ke langit.
Mangirok dari kata “mi’raj” adalah bahasa “sandi” artinya
menyingkir entah kemana.
8. Menjadi Tawanan
Puas sudah hati Tiang Bungkuak melampiaskan
dendamnya kepada Pagaruyuang. Istana megah itu sudah
punah menjadi abu. Nasib Ratu dan kerabatnya tidak
diketahui. Tapi bahagiakah Tiang Bungkuak itu? Ternyata
tidak! Walaupun sakit hatinya terbalaskan, namun diukur
dengan kerugian tidak sebanding Kerugian apa?.... Sekarang
Raja perkasa itu kehilangan putra sebagai pelanjut
kekuasaannya. Imbang Jayo sudah mati sebelum mati. Dia
kehilangan gairah hidup. Rasa malu dan terhina selalu
menghantuinya. Dua kali dia kehilangan muka. Pertama waktu
tunangan dirampas orang, kedua kalah telak melawan Cindua
Mato dalam perkelahian singkat. Ditambah kehancuran jiwa
Menyingkap Wajah 283
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya