Page 315 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 315

TB : Tidak ada pikir-pikir. Tiga hari lagi kita tanding

                        Dalam  keadaan  termangu,  Raja  berlalu.  Cindua  Mato  di

                  bawa  lagi  ke  kandang.  Malam  itu  tak  tidur  sepicingpun.
                  Pikirannya buncah menerawang. Tiang Bungkuak bukan lawan

                  enteng.  Kata  orang  dia  manusia  paling  lengkap.  Tidak  saja
                  kekuasaan, juga  bela dirinya. Mungkinkah?. Tidak. Dia tidak

                  boleh  menolak  tantangan  itu,  siapapun  dia!.  Itu  pantangan

                  dirinya.  Sekarang  dia  memutar  otak:  Kalah,  jadi  budak.  Itu
                  artinya  Cindua  Mato  sudah  mati.  Menang?.  Itu  mati

                  sesungguhnya.  Sebab  manalah  mungkin  harimau  akan
                  melepaskan  kambing  yang  sudah  dibawah  dagu.  Sekarang

                  Cindua Mato dipersimpangan jalan. Kekiri mati, ke kanan maut

                  Mudur atau melarikan diri? Setan menggodanya... Oh, tidak!!
                  Tidak boleh begitu. Saya harus menang dan hidup. Caranya?

                  Raja itu harus mati... Matanya merudu... Apakah itu mungkin?....

                  mungkin... mungkin... mungkin... Akhirnya menjelang fajar dia
                  tertidur lelap.

                        Malam-malam  sebelum  janjian  duel,  Cindua  Mato

                  menyelinap kekamar Raja. Semua pengawal ditidurkan dengan
                  ilmu  gaib  sebangsa  Hipnotis.  Dengan  leluasa  Cindua  Mato

                  mendekati  tempat tidur  Raja  bersama  permaisuri.  Sekarang

                  saatnya  mengamalkan  ajian  “siriah-tanyo”.  Mudah-mudahan
                  Raja  akan  menjawab  pertanyaan  yang  akan  diajukan...

                  Beberapa saat ditatapnya wajah Raja yang tidur lelap. Komat-
                  kamit sebentar... lalu dikaruaknya tiga lembar dan sirih yang

                  sudah dipersiapkan. Dikunyah-kunyah..

                        Serta  merta  sepah  sirih  yang  berada  dalam  mulut
                  disemburkan  kemuka  Raja...  Cindua  Mato  lalu  bertanya:

                  “Bagaimana  caranya  membunuh  Tuanku?”...  Dalam  tidurnya

                  Raja  menjawab:  “Ambil  keris  terletak  diatas  tiang  bungkuk
                  disebelah  Timur?”  ...  Hanya  itu.  Cindua  Mato  keluar  dengan








                       286
                                  Yus Dt. Parpatih
   310   311   312   313   314   315   316   317   318   319   320