Page 316 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 316
tenang malam itu juga dia panjat tiang bungkuk, keris diambil
dibawa turun. “Mati kau!” kata Cindua Mato dalam senyum
bergumam.
8. Perang Tanding
Menjelang pertandingan, dua hari lamanya Cindua Mato
dibebaskan. Dia dipindahkan ketempat yang layak huni.
Makanannya sekarang boleh dibilang mewah buat ukuran
tawanan. Dia mendapatkan kesempatan itu untuk bersenang-
senang, bermain di sekeliling Istana. Memang dia tidak punya
beban apa-apa sebab yakin dengan keampuhan keris Tiang
Bungkuak. Walaupun begitu Cindua Mato tetap waspada kalau
“keramahan” Raja ini sebagai umpan untuk peluang melarikan
diri. Dengan itu ada alasan mencelakai dirinya. Atau mungkin
juga murni kejujuran seorang pendekar sejati. Bahwa
dipantangkan membunuh musuh tak berdaya. Entahlah; yang
pasti Cindua Mato tetap mengawasi setiap kemungkinan.
Pertama sekali dia temui si Gumarang Kuda
kesayangannya ini tertambat dipohon rambutan belakang
istana, bukan dalam kandang. Dia begitu rindu, kepalanya
digeser-geserkan kepunggung Cindua Mato. Tuannya
membalas dengan mengelus-elus perutnya. Terlihat jelas
jerajak tulang iganya pertanda kurus kurang makan. Dia
bisikkan ke kuping Gumarang kalau mereka senasib
sepenanggungan. “Sabarnya kawan sebentar lagi kita akan
bebas. Dijawab dengan ringkikan tanda gembira. Besoknya
Cindua Mato dan Gumarang teriihat berpacu sekeliling istana.
Bahagia dan gembira berjumpa sahabat yang sudah hampir 3
bulan terpisah.
9. Pertandingan Maut
Menyingkap Wajah 287
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya