Page 69 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 69
bervariasi, gulai adat yang dinamakan kapalo jamba tidak
boleh lupa. Acara ini bersifat protokoler, antara kedua juru
bicara tamu dan tuan rumah menyampaikan maksudnya
masing-masing dalam bahasa sastra klasik Minang, petatah
petitih bergurindam berpantun-pantun; namanya Panitahan.
(Adat Istiadat)
C. DUA KELARASAN
Menurut sistemnya, Adat Minangkabau terbagi kepada dua
mazhab yang disebut lareh. Pertama Lareh Koto Piliang
dikatakan juga Lareh Nan Panjang, undangnya bajanjang naiak
batanggo turun. Struktur perangkatnya mengerucut seperti
militer. Penguasa tertinggi bergelar Panghulu Pucuak. Dia
punya hak preogratif atas nama sendiri. Di tangannyalah
terletak putusan akhir, mangabek arak mamancang putuih.
Sistem ini ciptaan Datuak Katumanggungan, mengarah kepada
bentuk Otokrasi.
Yang kedua bernama Lareh Bodi Caniago, biasa
dinamakan Lareh Nan Bunta. Sistem pemerintahannya
memakai demokrasi langsung. Undangnya berbunyi, duduak
samo randah, tagak samo tinggi. Kedudukan aparaturnya
melebar secara horizontal dengan sifat merata. Kebijakan
diambil dengan dasar musyawarah dan mufakat. Ungkapan
adatnya berbunyi: “Panghulu mamakan ndak mahabihkan,
manabang ndak marabahan”, tidak punya hak mutlak
mengambil keputusan sendiri. Sistem ini hasil pemikiran dari
Datuak Perpatih Nan Sabatang.
Perbedaaan antara kedua lareh tersebut dapat disimak
dalam penjelasan berikut:
1. Lareh Koto Piliang
40
Yus Dt. Parpatih