Page 73 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 73
Diluruskan dengan agrumentasi berdasarkan akal sehat.
Bukan mencari pembenaran, tapi kebenaran objektif yang bisa
dipertanggungjawabkan. Dikutip beberapa diantarnya sebagai
berikut:
1. Adat Anti Perubahan ?
“Ada satu pendapat bahwa orang Minang terlalu
berlebihan mengangkat adatnya kepada tingkat yang paling
sakral. Katanya, adat itu bersifat mutlak, tidak akan mengalami
perubahan akibat seleksi zaman. Padahal siapa pun tahu kalau
adat sebagai hasil produk otak manusia yang bersifat relatif.
Dia tidak steril dari pengaruh lingkungan. Tiada yang abadi di
dunia ini. Maka terlalu arogan berbunyi sebuah pepatah bahwa
“Adat itu tidak lekang dari panas, tidak lapuk hujan”. Apa itu?
BATU! Nah, sekarang “batu” itu sudah usang dan berlumut.
Selayaknyalah disimpan di museum sebagai barang antik,
berharga tapi tidak berguna. Itulah dia Adat Minangkabau!”
Bandingan
Pendapat ini harus dikoreksi bahwa batu adalah benda
yang tidak kebal dari pengaruh alam sekelilingnya. Kalau dia
dipanaskan dalam temperatur tinggi, batu akan retak dan
pecah kemudian hancur menjadi pasir. Berubah! Kalau ditetesi
air terus menerus batu akan menjadi berlobang, (bolong),
Berubah! Tanah yang dijemur panas akan lekang, manakala
digenangi air akan cair dan menjadi lumpur. Berubah!
Selembar papan atau sebuah tunggul pasti binasa oleh
perubahan cuaca,. Tapi sebatang pohon di tengah hutan
walaupun ditimpa oleh kemarau panjang takkan lekang,
dihantam diguyur hujan sepanjang tahun takkan lapuk.
Mengapa? Karena dia HIDUP! Begitu juga halnya dengan ikan.
Biar hidup di laut, badannya takkan berlumut dan dagingnya
tetap tawar, karena dia HIDUP.
44
Yus Dt. Parpatih