Page 20 - Konflik Bersejarah Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorino) Septa
P. 20
12
R
Cina, dan Indo-Eropa di Volksraad mendukung petisi
tersebut sekalipun dengan beberapa catatan, partai-
partai nasionalis terkemuka Indonesia terpecah-belah
sikapnya dalam menyingkapi Petisi Soetardjo. Parindra
UNTUHNY
pimpinan dr. Soetomo dan Mohammad Thamrin, salah
satu partai nasionalis terkemuka yang memiliki wakil di
Volksraad, merasa curiga dan tidak senang karena ide
Soetardjo—seorang pejabat dalam birokrasi kolonial—
tersebut berhasil sementara para pemimpin pergerakan
anti-kolonial terkemuka telah gagal. Mereka—dan
kalangan pergerakan nasional di luar Volksraad—menilai
A HINDIA BELAND
A
Petisi Soetardjo sebagai gerakan mundur dari perjuangan
kemerdekaan Indonesia yang menuntut kemerdekaan
penuh bagi Indonesia dan mencela penganjurnya sebagai
pengemis yang minta dikasihani. Pihak Belanda sendiri
umumnya bersikap menolak petisi tersebut karena
dianggap terlalu prematur.
Setelah diadakan pemungutan suara, ternyata 26 sua-
ra meyatakan setuju sementara 20 menolak Petisi Soe-
tardjo. Diterimanya petisi itu sendiri tidak terlepas dari
keinginan sejumlah anggota berkebangsaan Eropa untuk
memperoleh otonomi yang lebih luas dari Den Haag. Ka-
rena itu, pada tanggal 1 Oktober 1936 petisi tersebut di-
ajukan kepada Ratu Belanda, Staten General, dan Menteri
Jajahan di Negeri Belanda.
Dengan sangat dominannya metode-metode kooperatif
di kalangan kaum elite Indonesia (para tokoh pergerakan
yang menolak ide-ide tersebut segera disingkirkan oleh
pihak kepolisian) dan lunaknya usul-usul yang menjiwai
Petisi Soetardjo, tampaknya cita-cita Politik Etis akhirnya
dapat terwujud. Sayangnya, setelah melalui pembicaraan
yang cukup lama, akhirnya petisi tersebut ditolak oleh
Ratu Belanda melalui Surat Keputusan No. 40 tanggal 16
November 1938. Alasannya, masa depan Negeri Belanda
001/I/15 MC