Page 25 - Konflik Bersejarah Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorino) Septa
P. 25
17
timbangkan lagi tujuan-tujuan kebijakannya, terutama se- RAPUH
jauh berhubungan dengan pen duduk Hindia Belanda.”
Harapan akan terjadinya perubahan ketatanegaraan ANG
itu semakin sirna dengan adanya pidato Ratu Wihelmina
di London dan Gubernur Jenderal di Volksraad mengenai
hari depan Indonesia yang akan dibicarakan setelah perang K OLONI Y
selesai. Akibatnya, timbul kekecewaan di kalangan tokoh
pergerakan yang berorientasi internasional sehubungan
dengan sikap pemerintah terhadap berbagai tuntutan
me reka maupun Piagam Atlantik. Kekecewaan tersebut
mempercepat menurunnya solidaritas Indonesia-Belanda
dalam menghadapi ancaman fasisme.
Pendirian pemerintah Hindia Belanda yang kaku ter-
hadap kaum pergerakan Indonesia tidak terlepas dari ke-
yakinan mereka bahwa kaum nasionalis ber usa ha memeras
pemerintah yang sedang berada dalam kesu karan. Selain
itu, pemerintah juga melihat bahwa sekalipun Negeri
Belanda diduduki Jerman tetapi pemerintahan masih ber-
jalan lancar dan merasa bahwa mereka se benarnya tidak
memerlukan dukungan yang kuat dari rakyat Indonesia.
Perkembangan politik ke depan dari Hindia Belanda
sendiri hanya di lihat oleh pemerintah kolonial sebatas
pada berkurangnya pengawasan Staten Generaal Negeri
Belanda terhadap persoalan-persoalan Hindia. Pada ke nya-
taannya, belum pernah Hindia Belanda merasa dan mem-
perlihatkan kebebasannya seperti saat itu. Bagi sebagian
orang Belanda di Hindia, yang sebelumnya sering kali
jengkel karena harus mengikuti kemauan pemerintah
pu sat di Negeri Belanda, hal tersebut dianggap sebagai
buk ti bahwa peme rintah dan rakyat Hindia dapat berdiri
sendiri—tentu saja di bawah kekuasaan mereka, orang
Belanda di Hindia, bukan orang Indonesia.
Sikap independen dari pemerintah kolonial tersebut ter-
lihat ketika van Starkenborgh tidak mengacuhkan tekanan
001/I/15 MC