Page 27 - Konflik Bersejarah Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorino) Septa
P. 27
19
pula alasan politis di balik penolakan tersebut. Pertama, RAPUH
adalah keharusan bagi pembebasan Ne geri Belanda bah-
wa Ratu dan pemerintahannya berada di London, yang ANG
dekat dengan negerinya, sehingga apabila mereka mening-
galkan Eropa pada saat kritis seperti pada masa itu maka
dikhawatirkan mereka tidak akan dapat pulang ke tanah K OLONI Y
airnya.
Kedua, pada saat itu London, yang menjadi tempat
pemerintahan peng asingan Belanda, sedang dalam gem-
puran hebat Luftwaffe sehingga me ninggalkan Inggris
akan membuat pemerintah Belanda dikecam sebagai
peng khianat. Selain itu, keadaan di Asia Pasifik yang mu-
lai memanas juga dianggap tidak aman bagi Ratu dan
pe merintahannya. (Di kemudian hari, Ra tu Wilhelmina
mengaku bahwa dia menyesal tidak pernah pergi ke Hin-
dia untuk menguatkan moral dari kawulanya di negeri ter-
sebut.)
Pada bulan Desember 1940, di tengah-tengah pergu-
latan yang me nge ce wakan itu, tersiar suatu berita di is-
tana Gubernur Jenderal yang ha rus dirahasiakan dari
umum. Berita yang berasal dari Tokyo tersebut menye-
butkan kedatangan bekas panglima KNIL, Letnan Jenderal
Boerstra, dan Mr. Jongejan, bekas ketua sindikat gula di
Hindia, dari Negeri Belanda yang diduduki. Secara resmi,
kedua tokoh tersebut dikirim oleh penguasa pendudukan
Jerman di Negeri Belanda untuk membicarakan pertukaran
tawanan di antara pemerintah Jerman dan Hindia Belanda.
Namun sumber-sumber tertentu menyebutkan bahwa me-
reka membawa proposal kesepakatan perdamaian terpisah
dengan Hindia Belanda, yang akan membuat kebutuhan
bahan baku Jerman terjamin.
Pemikiran mengenai suatu perdamaian terpisah dengan
Jerman sendiri bukanlah hal yang baru di kalangan elite
Belanda. Seperti juga banyak po litisi di Eropa pada masa
001/I/15 MC