Page 28 - Konflik Bersejarah Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorino) Septa
P. 28
20
R
itu, beberapa tokoh politik Belanda menganggap bahwa
perang dengan Jerman hanya akan berarti membuka pintu
bagi ”komunisasi” Eropa Barat atau seluruh Eropa. Apa
saja boleh terjadi kecuali hal tersebut. Dengan demikian,
UNTUHNY
lebih baik dicapai suatu pengertian dengan Jerman Nazi
daripada menghadapi suatu kemungkinan ”komunisasi”
Eropa. Hal ini bertolak dari pemikiran bahwa semakin la
ma perang berlangsung makin banyak kesengsaraan yang
diderita penduduk Eropa sehingga mereka dapat terbujuk
oleh godaan komunisme. Dengan anggapan bahwa nazisme
dan fasisme tidaklah seburuk komunisme maka suatu
A HINDIA BELAND
A
kesepakatan dengan mereka dapat dilakukan. Perdana
Men teri de Geer dari Kabinet Kerajaan Belanda di London
juga menganut pandangan ini.
Berkaitan dengan Hindia Belanda, para penganjur pe-
mi kiran ini beralasan bahwa daerah jajahan yang luas
dan kaya tersebut adalah kartu kunci yang dipegang
oleh Negeri Belanda untuk memainkan peranan sebagai
salah satu kekuatan politik internasional. Artinya, tanpa
Hindia Belanda maka Negeri Belanda tidak berarti apa-
apa. Dari sini muncul pemikiran bahwa mungkin Jerman
dapat menahan hasrat Jepang untuk merebut Hindia
Be landa yang kaya akan sumber daya alam sehingga
ba gai manapun secara langsung atau tidak langsung
da pat memberikan hasil-hasil yang baik bagi ekonomi
mau pun kekuatan nasional Jerman. Berbagai tulisan di
surat kabar Belanda pada masa itu sendiri sering kali
mem perkuat pemikiran tersebut dengan menonjolkan ke-
ber adaan semacam ”golongan ekonomis” di Berlin yang
dekat dengan Hit ler, yang mendesak sang Führer agar
men jamin Hindia Belanda bagi ke pentingan Jerman dan
menahan atau menghalangi Jepang agar tidak me ram-
pasnya. Adapun tokoh utama dari golongan ekonomi yang
dimaksud adalah Marsekal Hermann Göring. Orang ke-
001/I/15 MC