Page 29 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 29
28 Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
yang sedikit, padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu
sebanyak-banyaknya. Santri tidak boleh bersifat gana'ah (menerima apa adanya) ilmu yang
diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesuatu walaupun hanya sedikit. Santri tidak boleh
menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan dan manfaat yang sangat
mungkin ja peroleh, karena menunda sesuatu itu mengandung beberapa bahaya, disamping itu
apabila pelajar bisa mendapatkan ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang
lain ia bisa mendapatkan sesuatu yang lain.
Santri harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya terhadap waktu
luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum
datangnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan.
Santri harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri dengan pendangan yang penuh
kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap petunjuk-petunjuk seorang guru dalam
mempelajari ilmu, karena hal itu merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
Tokoh para tabi'in, Sa'id bin Jubair . berkata: “Seorang laki-laki selalu mendapat sebutan,
predikat orang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun apabila ta
telah meninggalkan belajar dan menyangka bahwa dirinya adalah orang yang tidak
membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka, sebenarnya ia adalah orang yang paling
bodoh".
Ketujuh, pelajar harus selalu mengikuti halaqah, diskusi dan musyawarah dengan gurunya
dalam setiap pelajaran, kalau memungkinkan fa membacakannya. Karena hal itu apabila
dilakukan oleh santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan setiap sesuatu
yang ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang baik serta memdapatkan
keutamaan dan kemuliaan.
Santri harus selalu bersungguh-sungguh dalam berkhidmat kepada gurunya karena akan
menghasilkan kemuliaan, & kehormatan. Dan apabila memungkinkan santri tidak boleh
mengadakan diskusi, halagah dengan gurunya hanya untuk mendengarkan pelajarannya saja,
bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya,
dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian, hal itu bisa ia lakukan dengan hati yang ikhlas