Page 40 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 40
39 Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
tidak akan terpikat oleh persoalan duniawi dan tidak merasa sedih atas kekurangannya,
sehingga ia menjadi lebih bisa berkonsentrasi dalam zikir kepada Allahldan kehidupan akhirat.
Paling sedikit derajatnya orang yang alim (ustadz) adalah meninggalkan semua hal-hal yang
berhubungan dengan harta duniawi dan menganggap sebagai barang kotor, karena ia lebih
mengetahui terhadap kerendahan harta dunia, harta dunia sering menimbulkan fitnah,
pertengkaran antar sesama, cepat musnah dan untuk memperoleh harta dunia diperlukan kerja
extra keras, dan susah payah, sebagai seorang guru sudah semestinya tidak terlalu
memperhatikannya, apalagi sampai memperhatikan dan menyibukkan diri dengan urusan
dunia.
Diriwayatkan dari nabi Muhammad Saw bersabda:
“Mulialah orang yang gana'ah dan hinalah orang yang tamak".
Diriwayatkan dari Imam as Syafi'i berkata: “Andai aku berwasiat, maka orang yang paling
pintar akan memberikannya pada ahli zuhud. Maka siapa yang paling berhak dibanding ulama,
sebab mereka memiliki kelebihan dan kesemprnaan akal?”,
Yahya bin Mu'az berkata: “Seandainya harta dunia itu berupa mas murni dan akhirat itu berupa
pecahan genting (kereweng) yang bersifat abadi (kekal), maka niscaya orang-orang yang
mempunyai akal akan lebih suka memilih pecahan genteng yang tahan lama dari pada emas
murni yang punah, hilang tak berbekas.
Terus bagaimana jadinya sekarang, dalam kenyataan , bahwa: harta dunia itu ibarat pecahan
genting yang cepat hancur, sedangkan akhirat ibarat mas murni yang tidak pernah hancur, kekal
selama-lamanya.
Sudah sepantasnya bagi orang-orang yang mengerti, bahwa harta dunia itu akan di tinggalkan
oleh pemiliknya dan di tinggalkan pada ahli warisnya, disamping itu banyak musibah yang
menghantam, dan menimpa pada harta benda, bahwa sifat zuhudnya mestinya lebih tinggi dan
kuat, di bandingkan dengan kecintaannya pada harta dunia, meninggalkan harta mestinya lebih
diprioritaskan dari pada mencari harta .