Page 43 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 43
42 Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
Seorang guru tidak boleh rela, hanya melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat lahiriah
dan bathiniah semata, bahkan ia harus memaksa dirinya untuk melakukan hal yang terbaik dan
sempurna, karena guru merupakan panutan, mereka di pakai sebagai barometer, sumber
rujukan dalam setiap permasalahan yang berhubungan dengan hukum.
Guru adalah hujjatullah terhadap orang-orang yang tidak mengerti (bodoh), dan terkadang
gerak-gerik mereka selalu diawasi, dipantau tanpa sepengetahuan mereka, sehingga nasehat-
nasehat mereka selalu diikuti, dianut oleh orang yang tidak mengerti (awam).
Apabila guru tidak bisa mengambil sebuah manfaat dari ilmu yang ia miliki sendiri, apalagi
orang lain, tentu lebih tidak bisa memanfaatkan ilmunya. Oleh karena itu kesalahan, kekeliruan
walaupun hanya kecil akan berubah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa, karena adanya
unsur saling keterkaitan dari kerusakan itu karena guru adalah barometer, tolak ukur yang
sudah barang tentu ia akan menjadi panutan bagi orangorang awam, kalau ia berbuat salah
maka ia akan diikuti orang banyak sehingga menjadi dhollu wa adhollu (sesat menyesatkan)
lagi.
Kelimabelas, membiasakan diri untuk melakukan kesunahan yang besifat syari'at, baik
gaultyah atau fliyah. Seperti membaca al-Our,an, dzikir kepada Allahlbaik didalam hati atau
lisan, membaca do'a dan dzikiran kepada Allahl baik siang atau malam, menunaikan shalat dan
puasa, melaksanakan ibadah haji jika mampu dan sebagainya.
Membaca shalawat kepada nabi, mencintainya, mengagungkannya, memuliakannya, dan
memakai etika dan sopan santun yang baik ketika mendengar nama beliau, dan tradisi-tradisi
(hadis) beliau disebutkan.
Keenambelas, bergaul dengan orang lain dengan akhlaq yang baik, seperti menampakkan
wajah yang berseri-seri, ceria, menyebar luaskan salam, memberikan makanan, menahan rasa
amarah dalam jiwa, menahan diri agar tidak menyakiti orang lain, menanggung dan bersabar
apabila disakiti oleh orang lain, mendahulukan oramg lain, tidak meminta orang lain supaya
mengutamakan dirinya, mengabdi kepada orang lain, tidak mau dirinya dijadikan sebagai tuan,
mensyukuri terhadap kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada dirinya,
membuat dirinya sendiri menjadi tenang, berusaha untuk memenuhi seluruh kebutuhan
hidupnya, mempertaruhkan jabatan, pangkat untuk menolong orang lain, belas kasihan kepada