Page 61 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 61
“Leo! Ini untuk kebaikan kamu, Nak!” kata pak Sabarudin.
“Ayah tidak mengerti! Saya tidak kesurupan! Siapa bilang
saya diguna-guna? Aaaarrrgghhh!” jawab Leo.
“Lihat itu, pak Ito, dia tidak pernah seperti itu sebelumnya.
Dulu Leo itu anak yang baik, suka di rumah, tenang,
pendiam…” Kata pak Sabarudin sambil memandangi
anaknya.
Melihat reaksi Leo yang penuh amarah, juga reaksi dari
pak Sabarudin, saya justru teringat ketika dulu saya masih
tinggal bersama kedua orang tua. Itu adalah masa
sebelum saya bertemu dan jatuh cinta kepada Leni.
Ada banyak episode pertengkaran yang saya lewati
dengan ayah saya, seolah kami adalah dua negara yang
sedang berperang satu sama lain. Tidak terhitung kata-
kata kasar yang baik saya, juga oleh ayah saya, keluar
tanpa berpikir dampaknya akan seperti sekarang.
Ya, dampaknya baru terasa sekarang, diam-diam saya
rindu dengan sosok ayah saya yang suka kopinya dingin
sebelum diminumnya di pagi hari. Sejak hari itu, saat saya
nekat meninggalkan rumah demi mengajak Leni kawin
lari, kata-katanya masih terngiang: Jangan pernah
kembali ke sini! Anak durhaka!
“Pak Ito?” tegur pak Sabarudin.
Saya tersadar seketika dari lamunan saya.
59