Page 62 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 62

“Pak Sabarudin,” kata saya.

            “Kalau tidak keberatan, boleh keluar dulu, biar saya dan
            Leo di sini dulu untuk melanjutkan pengobatannya.”

            “Oh,  iya,  pak  Ito,”  kata  pak  Sabarudin  sambil  beranjak
            bangkit dan melangkah keluar, ditemani Sardi, kemudian
            Leni.

            Beberapa langkah mendekati pintu, Leni sempat menoleh
            melihat  saya  dengan  cemas.  Dia  mungkin  takut,
            kebohongan kami terbongkar. Saya hanya mengedipkan
            kedua mata saya sambil sedikit mengangguk kepadanya,
            memberi  tanda  bahwa  semuanya  aman.  Lalu  saya
            menatap Leo, yang duduk menjauh dari saya, bersandar
            di tembok.

            “Setiap  ayah  selalu  menginginkan  yang  terbaik  untuk
            anaknya, Leo, meski tidak sebaik yang diharapkan oleh si
            anak,” kata saya.

            “Mudah saja kamu bilang begitu,” katanya dengan sinis.

            “Kamu tidak tahu apa yang saya rasakan!”

            “Kamu boleh cerita ke saya,”

            “Kenapa saya harus percaya sama kamu?” tanya Leo.


            “Karena  saya  juga  pernah  seperti  kamu,  merasa  tidak
            didengarkan. Reaksi saya juga sama, berulah sesuka hati,
            berteriak, tapi mereka malah kira saya gila.”

                                     60
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67