Page 117 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 117

yang menyangkut hak-haknya sebagaimana hakikat seorang manusia yang merasa

                        tercerabut atas hak kebebasan hidupnya. Teweraut tidak hanya memiliki kecerdasan
                        secara  intelejensi,  namun  juga  memiliki  kecerdasan  emosi  dalam  menghadapi

                        berbagai persoalan dalam hidupnya yang menunjukkan pada sifat bijak dan baik.

                        Sebagaimana baru disadari oleh nDiwinya (ayahnya) setelah Teweraut tiada. Ndiwi
                        bekata bahwa Teweraut adalah anak perempuan yang paling bijak dalam berpikir

                        dan bertindak. Ndiwi juga menilai Teweraut adalah anak perempuan dengan rasa
                        tanggung  jawab  yang  sangat  tinggi  dalam  melaksanakan  perannya  sebagai

                        perempuan di masyarakat Ewer, Asmat.

                             Dalam novel ini jika menggunakan feminis ideologis dengan analisis gender
                        maka  terdapat  bias  gender  yang  termanifestasikan  melalui  diskriminasi  sosial

                        perempuan,  pelabelan  gender  perempuan,  dan  subordinasi  perempuan  Asmat
                        (Fakih, 2013). Hal tersebut tejadi dikarenakan masih melekatnya budaya patriarkhi

                        setempat  sejak  dulu  kala.  Aturan-aturan  adat  yang  merugikan  perempuan,
                        disikapinya  oleh  Teweraut  sebagaimana  pemikiran  seorang  feminis.  Apalagi

                        Teweraut  mulai  mengenal  Mama  Rin,  seorang  feminis  dan  aktivis  kebudayaan

                        untuk suku pedalaman. Persahabatannya dengan Mama Rin membuka mata dan
                        pikiran Teweraut untuk memperjuangkan kaumnya beroleh kemajuan. Teweraut

                        pun  masih  bekerja  keras  dalam  kondisi  hamil  yang  bertujuan  mensejahterakan
                        keluarga besar dalam memenuhi kebutuhan untuk pendidikan anak-anak Akatpits,

                        dan anak-anak saudaranya.

                             Kelak  saat  aku  berkumpul  dengan  yang  lainnya,  di  mana  gerangan
                             tempatku?  Apa  tugasku  sehari-hari?  Mampukah  aku  memberontak?
                             Membentuk jati diriku dalam nilai-nilai baru? Bahwa wanita itu tidak akan
                             ingat  akan  dirinya  sendiri,  melainkan  ingat  pada  manusia-manusia  yang
                             akan dilahirkannya. Aku tergoda untuk memperjuangkan kepentingn kaumku.
                             Karena  di  tangan  wanita  sesungguhnya  tergenggam  nasib  masa  depan
                             bangsanya. Ia harus menyediakan gizi sehat untuk memperoleh kesehatan
                             prima saat anak-anak tumbuh (2000, hlm. 156).
                             Apabila dikaji tulisan pengarangnya, Ani Sekarningsih melalui kritik feminis

                        ginokritik (Showalter, 1981), maka novel ini dapat dianalisis dengan tulisan biologi

                        perempuan dan psikologi perempuan terhadap diri Teweraut. Dalam hal ini, Ani








                                                                                                    111
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122