Page 37 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 37
Angkatan 2000 menunjukkan adanya perberbedaan dalam menuliskan bahasa
perempuan pada tokoh perempuan dibandingkan pada angkatan sastra sebelumnya.
Hal itu terjadi karena gerakan feminisme dalam Angkatan 2000 lebih banyak
dipelopori kaum perempuan yang disinyalir sebagai gerakan feminisme pada abad
21.
Pada abad ini, sejumlah pengarang perempuan menunjukkan kebebasannya
dalam mengungkap pemikiran mereka di novel mereka melalui Bahasa yang jujur
dan apa adanya. Mereka telah menemukan kebebasan sesungguhnya menuliskan
tentang perempuan yang sesungguhnya. Melalui produktivitas yang terus mengalir,
para penulis perempuan muda saaat ini pun terus bermunculan. banyaknya karya
novel yang dihasilkan para penulis perempuan, maka dunia sastra Indonesia saat ini
telah didominasi kaum perempuan. “Masa depan sastra Indonesia terletak di tangan
perempuan,” begitu yang diungkapkan Sapardi Djoko Damono yang dikutif dari
(https://cabiklunik.blogspot.com) dalam acara diskusi sastra di Balai Bahasa
Sumsel, Dewan Kesenian Palembang.
Dominasi pengarang perempuan dalam Angkatan 2000 tetap tidak
menyurutkan kiprah para pengarang laki-laki yang kian menunjukkan eksistensi
mereka dalam menghasilkan karya novel bermuatan feminisme. Seperti sebuah
reinkarnasi sastrawan profeminis laki-laki pada abad 21 yang meneruskan kiprah
sastrawan profeminis di masa lalu. Walapun dalam cara menulisakan tokoh
perempuan dengan ciri khas bahasa feminis laki-laki, yakni dengan melalui
gambaran ideal tentang perempuan menurut pandangan laki-laki. Sebagaimana
pendapat Damono yang dikutip dari (https://cabiklunik.blogspot.com) , “Norma-
norma perempuan itu diciptakan laki-laki. Laki-laki menciptakan perempuan harus
setia, lembut, baik hati. Tapi, penulis perempuan tidak menggambarkan perempuan
seperti itu, mereka menulis berdasarkan penghayatan atas keperempuanannya.”
Pendapat yang lebih ekstrim telah dilontarkan para feminis perempuan
dengan menilai bahwa pengarang laki-laki dalam memproduksi karya novel
bermuatan feminis sesungguhnya merupakan sebuah upaya untuk mengamankan
dominasi mereka dari subordinasi perempuan. Walters (2005, hlm. 18) menyebut
31