Page 36 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 36

korban dari system dalam kondisi tertentu. Kaum laki-laki bisa dieksploitasi dan

                        direpresif  oleh  sistem.  Namun,  mengenai  siapa  pun  yang  menjadi  korban  dari
                        sebuah  sistem  tanpa  memandang  jenis  kelamin  maka  permasalahan  ini  sudah

                        menjadi bagian dari permasalahan gerakan transformasi gender yang mengacu pada

                        persoalan  sosial.  Sebagaimana  Fakih  (2013)  nyatakan  bahwa,  “gerakan  kaum
                        perempuan  adalah  gerakan  transformasi  perempuan:  yaitu  suatu  proses  gerakan

                        untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia yang secara fundamental baru,
                        lebih baik, dan lebih adil.”

                             Adanya kekerasan perempuan dalam karya sastra disinggung oleh Pradopo

                        (2009),  “…walaupun  kekerasan  terhadap  perempuan  diangkat  sebagai
                        permasalahan, tentunya dianggap sebagai masalah yang tidak diinginkan.” Artinya

                        selama  ini,  perempuan  sering  diasumsikan  oleh  pengarang  laki-laki  maupun
                        perempuan sebagai  objek kekerasan verbal  dan  fisik,  kemudian dilabeli  dengan

                        stigma mahluk yang lemah dalam pandangan pembaca. Pencitraan tersebut banyak
                        ditentang oleh para pengarang feminis perempuan masa kini.  Banyak pengarang

                        perempuan dalam Angkatan 2000 membuat karya novel sebagai wujud perlawanan

                        terhadap  dominasi  sistem  yang  tersruktur.  Persoalan  tindak  kekerasan  pada
                        perempuan dalam karya novel dapat dikaji dengan kritik sastra feminis ideologis.

                        Tokoh  perempuan  yang  ditempatkan  pada  posisi  kedua  atau  ketiga,  termasuk
                        menunjukkan  adanya  ketidakadilan  gender  dalam  hal  penempatan  posisi  untuk

                        tokoh cerita, terlepas pengarangnya adalah laki-laki atau perempuan (Ratna, 2011,

                        hlm.  259).  Namun  kritik  feminis  ideologis  juga  menyertakan  kajian  tentang
                        bagaimana  tokoh  perempuan  dicitrakan  pengarannnya  dalam  karya  novel

                        (Djajanegara, 2003).
                             Gerakan feminisme telah tercermin pada karya sastra novel Angkatan 2000.

                        Karya-karya novel bermuatan feminisme sudah menjadi kepanjangan tangan dari

                        gerakan  feminisme  dalam  wujud  para  pengarang  atau  sastrawan  yang  bisanya
                        digerakkan oleh para pengarang perempuan. Feminisme dalam karya novel juga

                        dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk perjuangan gerakan kaum feminis yang
                        sesungguhnya.  Ideologi  feminisme  mereka  (pengarang)  dalam  karya  sastra







                                                                                                     30
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41