Page 40 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 40

feminisme.  Selanjutnya  ginokritik  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah

                        model  tulisan  perempuan  dan  psikologi  perempuan  (Showalter,  1981).  Kedua,
                        mengenali gambaran watak, mental, dan perilaku pada diri tokoh cerita melalui

                        aspek psikis sebagai bagian dari ketiga aspek citra diri tokoh.

                              Teori-teori citra diri manusia dari para ahli digunakan untuk mengkaji citra
                        diri tokoh perempuan yang terdapat dalam tujuh sumber data penelitian ini, yakni

                        pada karya-karya novel Angkatan 2000. Representasi citra diri tokoh perempuan
                        juga  dihubungkan  dengan  muata  feminisme  yang  dibangun  pengarang  untuk

                        memperkuat citra diri tokoh perempuan yang terdapat dalam karyanya.

                             Kajian Feminisme dalam tujuh karya novel Ankgatan 2000 selain sebagai
                        bagian  dari  upaya  merepresentasikan  citra  diri  tokoh  perempuan  juga  untuk

                        mengidentifikasi  adanya  bias  (ketidakadilan)  gender  yang  terdapat  dalam  karya
                        novel.  Analisis  gender  adalah  alat  yang  digunakan  untuk  mengkaji  berbagai

                        ketidakadilan  gender  yang  terdapat  dalam  karya  novel  dengan  dicirikan  oleh
                        berbagai manifestasi ketidakadilan gender (Fakih, 2013).

                             Di  masa  lalu,  karya  sastra  yang  dibuat  manusia  masih  bertujuan  menjadi

                        sarana hiburan dan seni murni. Oleh karena itu, pembelajaran sastra   masih bersifat
                        monodisipliner. Kala itu, karya sastra belum melibatkan bidang kajian ilmu lainnya.

                        Suatu karya sastra belumlah dipikirkan hasil kebermanfaatannya untuk kehidupan
                        manusia.  Pembelajaran  sastra  di  masa  lalu  hanya  terbatas  pada  menggali  karya

                        sastra berdasarkan sudut pandang sastra itu sendiri yang pada akhirnya membuat

                        sastra  tidak  berkembang  kearah  disiplin  ilmu  dan  tidak  mampu  memenuhi
                        kebutuhan pasar (Kamil, 2009: hlm. 47). Jika sebuah novel dalam pembelajaran

                        sastra bisa dikaji dengan berbagai sudut pandang ilmu, maka sastra bisa dikatakan
                        sebagai sebuah studi atau ilmu. Dalam arti di sini bahwa perwujudan suatu karya

                        sastra  tak  terlepas  dari  hubungannya  dengan  berbagai  bidang  ilmu.  Sebaliknya

                        sastra juga bisa mendukung pengembangan dan kemajuan di berbagai bidang ilmu.
                             Studi  sastra  interdisipliner  selalu  menyertakan  bidang  ilmu  lain  dalam

                        mengkaji sebuah karya sastra. Dalam hal ini, bidang imu lain tersebut bertujuan
                        dengan memandang studi sastra dalam perspektif yang lebih luas (Kamil, 2009,







                                                                                                     34
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45