Page 85 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 85
kampung pada perkebunan kelapa sawit. Penduduk meminta Rosano segera
menyerahkan deri kepada mereka. Namun setelah para petugas di rig pengeboran
minyak bernegosiasi dengan masyarakat yang marah, situasi pun akhirnya bisa
terkendali. Para petugas di rig berjanji bahwa kasus Rosano akan dibawa ke jalur
hukum dan tengah ditangani oleh pihak kepolisian. Di sidang pengadilan Rosano
kalah dan mendapat penahanan. Perjuangan Laila dan Yasmin dalam membantu
Sihar dan Saman dalam memperkarakan Rosano ke meja hijau dikategorikan
sebagai suatu gerakan feminisme transformasi gender (Fakih, 2013).
Sebenarnya Laila tidak menyangka jika Saman yang dulu dikenal sebagai Wis
yang seorang pastor, kini menjadi seorang aktivis kemanusiaan. Wisanggeni telah
bertransformasi menjadi lelaki pemberani dan pemberontak pada ketidakadilan atas
penindasan rakyat kecil. Bahkan Saman dengan tak segan mempolitisir suatu
keadaan agar Rosano bisa masuk penjara. Laila mempertanyakan kebenaran
tentang semua perbuatan Rosano itu kepada Saman dan Sihar. Namun mereka
hanya menjawab dengan kalimat, “Kami juga tidak menyangka. Tapi kalau tidak
begitu, dia tidak akan masuk penjara”(1998, hlm. 36). Akhirnya dengan struktur
id-nya, Laila pun ikut menyetujui tindakan mereka, apapun alasannya. Laila juga
pada dasarnya sudah sangat membenci Rosano sejak pertama kali bertemu. Rosano
yang congkak atas segala kekuasaanya. Laila masih meyakini kalau Sihar tidak
akan mampu untuk melakukan tindakan membuat seseorang menjadi seperti
bersalah. Tetapi Saman, menurutnya bisa saja mampu melakukan hal itu, meskipun
Laila sendiri belum begitu merasa yakin jika Saman melakukannya. Saman
memang dulunya dikenal sebagai Romo Wis yang sangat lembut hatinya. Wis yang
dikenalnya sebagai lelaki jujur dan pemaaf. Namun Laila bertanya dalam dirinya,
hal apakah sebenarnya yang telah terjadi sehingga lelaki itu berganti namanya
menjadi “Saman”.
Melalui teknik alur mundur dikisahkan Athanasius Wisanggeni adalah
seorang calon pastor muda yang kuliah di sekolah tinggi filsafat teologi Driyakara
Jakarta. Dirinya sekaligus mengambil kuliah di Institut Pertanian Bogor. Setelah
penetapan sakramen pada Wis menjadi seorang pastor, dan kemudian mendapatkan
79