Page 87 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 87

memasuki  rumah  itu,  setelah  sepuluh  tahun  tak  kembali,  Wis  masih  mencoba

                        mencari suara-suara halus yang dulu pernah kerap berbisik di belakang telinganya.
                        Tak disangka ketika hari mulai gelap, Wis melihat sesosok mahluk di balik jendela,

                        seperti bayangan anak perempuan. Wis dalam halusinasinya membayangkan jika

                        itu adalah arwah adiknya yang meninggal setelah dilahirkan ibunya. Tetapi dugaan
                        Wis  salah,  karena  ketika  dikejar  ke  dalam  hutan,  gadis  remaja  itu  langsung

                        menghilang. Ternyata tubuhnya sudah berada di sebuah sumur tua. Gadis remaja
                        itu telah terjatuh ke dalam sumur itu.

                             Wis dan masyarakat setempat mengevakuasinya. Wis baru mengetahu dari

                        ibunya bahwa namanya adalah Upi. Keluarganya memberitahukan jika gadis itu
                        sudah gila sejak lahir. Wis merasa kasihan karena Upi yang gila dan berwajah cacat

                        ternyata  dikerangkeng  dalam  rumah  panggung  berbilik  kayu  berukuran  satu
                        setengah kali dua meter. Gelap tanpa sinar yang memadai. Wis tidak tega melihat

                        penderitaannya. Sedangkan keluarganya sudah tak berdaya menghadapi perilakuny
                        yang  kerapkali  membahayakan  masyarakat  sekitarnya.  Wis  memutuskan  untuk

                        membuatkan rumah kerangkengan yang lebih besar dan layak ditempati Upi. Wis

                        ingin Upi lebih leluasa bergerak ke sana kemari di dalam ruangannya itu.
                             Selama dua bulan di Lubukrantau, Wis mulai membuatkan rumah bilik untuk

                        Upi dengan dana dari keuskupan di  Palembang. Wiss juga melaksanakan tugas
                        sosial lainnya dengan memberikan penyuluhan atau membantu para petani desa

                        transmigrasi  Sei  Kumbang  dengan  mendistribusikan  pupuk  dan  bibit  pertanian

                        bersama Anson dan Nasri, kakanya Upi. Sebagai seorang agamawan, Wis dengan
                        rutin  memberikan  khotbah  seminggu  dalam  satu  bula  kepada  masyarakat

                        Prabumulih sebagai tugas membantu seniornya, Pater Wasternberg.
                             Tujuh  tahun  sudah  Wis  menjalani  tugasnya  di  Prabumulih.  Dirinya  ikut

                        senang ketika melihat warga Lubukrantau mulai memanen getah karet yang pernah

                        ditanam  enam  tahun  lalu.  Sebelumnya  warga  hanya  bergantung  kepada  pohon-
                        pohon karet tua yang masih bisa dideres. Namun, kini mereka sudah bisa menuai

                        getah karet hasil kerja keras petani sambil terus mendapat arahan dan bantuan dari
                        Wis.  Melihat  kesungguhan  Wis  dalam  menangani  perkebunan  karet  di  daerah







                                                                                                     81
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92