Page 19 - A Man Called Ove
P. 19
A Man Called Ove
Kini yang ada hanyalah komputer dan konsultan,
sedangkan anggota-anggota dewan mengunjungi klub
telanjang dan menjual hak sewa apartemen secara gelap.
Surga pajak dan portofolio saham. Tak seorang pun ingin
bekerja. Negara dipenuhi orang yang hanya ingin makan
siang sepanjang hari.
“Bukankah sedikit bersantai akan menyenangkan?”
kata mereka kepada Ove kemarin, di tempat kerja. Mereka
menjelaskan bahwa ada semacam kelangkaan prospek
lapangan kerja sehingga mereka “memensiunkan generasi
tua”. Sepertiga abad di tempat kerja yang sama, begitulah
mereka menyebut Ove. Mendadak, dia menjadi “generasi”
sialan. Sekarang ini, semua orang berusia tiga puluh satu
mengenakan celana panjang yang terlalu ketat, dan tidak
lagi minum kopi biasa. Juga tidak mau memikul tanggung
jawab. Sejumlah besar lelaki yang berjanggut rumit, berganti
pekerjaan dan berganti istri dan berganti merek mobil. Begitu
saja. Kapan pun mereka ingin melakukannya.
Ove menatap ke luar jendela. Si sok-pamer itu sedang
berjoging. Bukannya Ove terprovokasi oleh joging. Sama
sekali tidak. Ove sama sekali tidak peduli terhadap orang yang
berjoging. Dia hanya tidak paham mengapa mereka harus
membesar-besarkannya. Dengan senyum pongah di wajah,
seakan mereka berada di luar sana untuk menyembuhkan
pembengkakan paru-paru. Entah berjalan cepat atau berlari
pelan, itulah yang dilakukan oleh mereka yang berjoging. Itu
cara lelaki berusia empat puluh untuk mengatakan kepada
dunia bahwa dia tidak bisa melakukan sesuatu pun dengan
benar.
14