Page 194 - A Man Called Ove
P. 194

Fredrik Backman

              asing, misalnya, yang masing-masingnya mengenakan pakaian
              lebih aneh dibandingkan orang sebelumnya. Mungkin kau
              akan bisa mengatur pakaianmu setibanya kau di sana, pasti
              akan ada semacam departemen pakaian?

                  Peron itu nyaris kosong. Di sisi lain rel, ada beberapa
              pemuda berwajah mengantuk dengan ransel kebesaran yang,
              menurut Ove, kemungkinan besar dipenuhi narkoba. Di
              samping mereka ada lelaki berusia empat puluhan dengan
              setelan kelabu dan mantel panjang hitam. Lelaki itu sedang
              membaca surat kabar. Sedikit lebih jauh lagi, terlihat beberapa
              perempuan berusia matang yang sedang mengobrol, dengan
              logo dewan kota di dada dan rambut beruban. Mereka sedang
              asyik mengisap rokok mentol panjang.
                  Sisi rel tempat Ove berada tampak kosong, hanya ada
              tiga pegawai kota praja berusia pertengahan tiga puluhan
              yang mengenakan celana kerja dan helm. Mereka sedang
              berdiri membentuk lingkaran dan menunduk menatap
              sebuah lubang. Di sekeliling mereka terdapat lingkaran pita
              pembatas yang dipasang dengan ceroboh. Salah seorang dari
              mereka memegang cangkir kopi dari 7-Eleven, yang seorang
              lagi sedang makan pisang, sedangkan lelaki ketiga sedang
              berupaya memencet ponsel tanpa melepas sarung tangan.
              Payah sekali.

                  Dan lubang itu tetap berada di tempatnya. Kita masih
              terkejut ketika seluruh dunia runtuh dalam krisis keuangan,
              pikir Ove. Padahal orang-orang tidak berbuat lebih dari
              sekadar berdiri menyantap pisang dan menunduk memandang
              lubang di tanah sepanjang hari.



                                        189
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199