Page 200 - A Man Called Ove
P. 200

Fredrik Backman

                  “Kurasa kini akan ada banyak kereta api yang sialan
              terlambatnya juga,” katanya, sambil memandang orang-orang
              yang berdesakan di peron dengan sangat tidak senang.

                  “Ya,” kata lelaki berhelm pertama.
                  “Kurasa begitu,” kata lelaki yang satunya.

                  “Banyak sekali keterlambatan,” kata lelaki ketiga
              menyetujui.
                  Ove menciptakan suara seperti lemari berat yang
              engselnya berkarat. Dia melewati ketiga lelaki itu tanpa
              mengucapkan sepatah kata pun.
                  “Kau mau ke mana? Kau pahlawan!” teriak lelaki berhelm
              pertama kepada Ove dengan terkejut.

                  “Ya,” teriak lelaki yang satunya.
                  “Pahlawan!” teriak lelaki ketiga.
                  Ove tidak menjawab. Dia berjalan melewati lelaki di balik
              Plexiglas, kembali memasuki jalanan yang tertutup salju, dan
              mulai berjalan pulang.

                  Kota perlahan-lahan terjaga di sekeliling Ove, dengan
              mobil-mobil buatan asing, statistik-statistik, utang-utang kartu
              kredit, serta semua sampah lainnya.
                  Maka hari ini juga kacau, pikir Ove menegaskan dengan
              getir.
                  Ketika sedang berjalan di samping gudang sepeda di
              dekat area parkir, Ove melihat Skoda putih itu melesat lewat
              dari arah rumah Anita dan Rune. Seorang perempuan tegas
              berkacamata duduk di kursi di sebelah pengemudi, dengan
              lengan dipenuhi arsip dan dokumen. Di balik kemudi,



                                        195
   195   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205