Page 202 - A Man Called Ove
P. 202
Fredrik Backman
Bibir perempuan itu membentuk seringai, mendekati
senyuman yang mampu disunggingkan oleh perempuan
yang bibirnya telah disuntik dengan limbah lingkungan dan
racun saraf.
“Itu urusanku karena kali ini lelaki tua sialan di ujung
jalanlah yang mereka masukkan ke panti jompo. Dan setelah
itu giliranmu!”
Si Ilalang meludah ke tanah di samping Ove dan berjalan
menuju Audi. Ove mengamatinya, dadanya kembang-
kempis di balik kemeja. Ketika Audi itu berputar, si Ilalang
mengacungkan jari tengah kepada Ove lewat jendela depan.
Insting pertama Ove adalah berlari mengejar mereka dan
menghancurleburkan monster logam lembaran buatan
Jerman itu, termasuk si tolol, si Ilalang, si anjing kampung
yang menggeram, dan lampu depan berbentuk gelombang.
Namun mendadak dia merasa kehabisan napas, seakan
baru saja berlari dengan kecepatan penuh melintasi salju.
Dia membungkuk, meletakkan tangan di lutut, dan dengan
marah menyadari bahwa dirinya tersengal-sengal mencari
udara dan jantungnya berdentam-dentam cepat.
Setelah beberapa menit, Ove menegakkan tubuh.
Mata kanannya sedikit berkunang-kunang. Audi itu sudah
menghilang. Ove berbalik dan perlahan-lahan berjalan pulang,
dengan sebelah tangan menekan dada.
Setibanya di rumah, dia mampir ke gudang. Menunduk
menatap lubang berbentuk kucing pada tumpukan salju.
Ada seekor kucing di dasar lubang itu.
Sialan! Seharusnya dia tahu.[]
197