Page 227 - A Man Called Ove
P. 227
A Man Called Ove
berteman cukup baik ketika mereka sedang mengunjungi
pondokan di hutan itu, terlepas dari fakta bahwa Ernest
pernah menggigit Ove ketika lelaki itu menduduki ekornya
di atas salah satu kursi dapur. Atau, setidaknya, mereka belajar
menjaga jarak. Persis seperti Ove dan ayah Sonja.
Walaupun Ove menganggap kucing menjengkelkan
ini tidak berhak untuk duduk di salah satu kursi dan
memanjangkan ekor ke kursi lain, dia membiarkannya saja.
Demi Sonja.
Ove belajar memancing. Pada dua musim gugur setelah
kunjungan pertama mereka, untuk kali pertama atap rumah
itu tidak bocor. Dan mesin truk menyala setiap kali kuncinya
diputar, bahkan tanpa meletup-letup. Tentu saja ayah Sonja
tidak berterima kasih secara terbuka soal ini. Sebaliknya, dia
tidak pernah lagi mengemukakan keberatannya karena Ove
“berasal dari kota”. Dan ini, jika berasal dari ayah Sonja, bisa
dibilang sama baiknya dengan bukti perasaan sayang.
Dua musim semi berlalu, juga dua musim panas. Dan
pada tahun ketiga, pada suatu malam Juni yang sejuk, ayah
Sonja meninggal. Ove belum pernah melihat seseorang
menangis seperti Sonja pada saat itu. Beberapa hari pertama
setelahnya, Sonja nyaris tidak turun dari tempat tidur. Ove,
sebagai seseorang yang telah begitu sering menjumpai
kematian dalam hidupnya, tidak terlalu terhubung dengan
perasaannya mengenai kematian. Dia mengusir perasaan itu
dengan kebingungan di dapur pondok di hutan itu. Pastor dari
gereja desa datang dan menjelaskan detail-detail pemakaman.
“Orang baik,” kata pastor singkat sambil menunjuk salah
satu foto Sonja dan ayahnya di dinding ruang duduk. Ove
222