Page 268 - A Man Called Ove
P. 268
Fredrik Backman
tangan Ove ke perutnya, dan saat itulah dia merasakan
anaknya menendang, untuk kali pertama dan terakhir.
Ove bangkit berdiri untuk pergi ke toilet dan, ketika
dia sudah setengah perjalanan menyusuri lorong, busnya
tersentak maju, menyerempet pembatas tengah jalan, lalu
muncul keheningan sesaat. Seakan waktu sedang menghela
napas panjang. Lalu ledakan kaca pecah. Derit mengerikan
logam yang terpelintir. Suara berdebum keras ketika mobil-
mobil di belakang sana menabrak bus.
Dan semua teriakan itu. Ove tidak akan pernah lupa.
Ove terlempar-lempar dan hanya ingat jatuh tertelungkup.
Dengan ketakutan, dia memandang ke sekeliling untuk
mencari Sonja di antara kekacauan tubuh-tubuh manusia,
tapi Sonja tidak ada. Dia menerjang ke depan, melukai
dirinya sendiri di bawah hujan kaca dari langit-langit bus,
tapi rasanya seakan ada hewan liar marah yang menahan
dan memaksanya kembali ke lantai bus dengan perasaan
terhina yang tak terjelaskan. Perasaan itu memburunya setiap
malam di sepanjang hidupnya: ketidakberdayaan totalnya
dalam situasi itu.
Ove duduk di samping ranjang Sonja setiap saat,
selama pekan pertama. Hingga para perawat bersikeras
agar dia mandi dan berganti pakaian. Di mana-mana,
mereka memandang Ove dengan tatapan bersimpati dan
mengungkapkan “dukacita” mereka. Dokter datang dan
mengajak Ove bicara dengan suara klinis tak acuh mengenai
perlunya “menyiapkan diri menghadapi kemungkinan Sonja
tidak akan terjaga lagi”. Ove melemparkan dokter itu melewati
pintu. Pintu yang ditutup dan dikuncinya.
263