Page 289 - A Man Called Ove
P. 289
A Man Called Ove
dan berhenti di tengah jalan. Bibir bawahnya bergetar oleh
kemarahan.
“Akan kutembak hewan itu!” desis si Ilalang sambil
menunjuk si kucing.
Dengan sangat perlahan Ove menggeleng-gelengkan
kepala tanpa mengalihkan mata dari perempuan itu. Si
Ilalang menelan ludah. Ada sesuatu dalam ekspresi Ove, yang
seakan terpahat dari lapisan batu, yang membuat keyakinan
membunuhnya runtuh.
“Itu kucing jalanan k-k-keparat … dan dia harus mati!
Dia mencakar Prince!” katanya tergagap.
Ove tidak mengucapkan sesuatu pun, tapi matanya
menggelap. Dan, pada akhirnya, bahkan anjing itu pun
mundur darinya.
“Ayo, Prince,” kata si Ilalang, lalu berbelok dan
menghilang seakan Ove benar-benar mendorongnya dari
belakang.
Ove tetap berada di tempatnya dengan napas tersengal-
sengal. Dia menekankan kepalan tangannya ke dada,
merasakan detak jantungnya yang tak terkendali. Dia
mengerang pelan. Lalu, memandang si kucing. Si kucing
balas memandangnya. Ada luka baru di panggulnya. Darah
di bulunya lagi.
“Sembilan nyawa tidak akan bertahan terlalu lama,
bukan?” kata Ove.
Si kucing menjilati kakinya dan tampak seakan bukan
jenis kucing yang suka menghitung. Ove mengangguk dan
melangkah minggir.
284