Page 33 - A Man Called Ove
P. 33

A Man Called Ove

                Ove pergi menggantungkan mantelnya pada pengait
            di antara lautan mantel milik istrinya. Dia menggumamkan
            “idiot” pada jendela yang ditutupnya demi keamanan. Lalu
            dia berjalan ke ruang duduk dan mendongak menatap langit-
            langit.

                Ove tidak tahu seberapa lama dirinya berdiri di sana. Dia
            terhanyut dalam pikiran-pikirannya sendiri. Melayang pergi,
            seakan dalam kabut. Dia tidak pernah menjadi jenis lelaki
            seperti itu, tidak pernah menjadi pelamun, tapi belakangan
            ini rasanya seakan ada sesuatu yang terpilin dalam kepalanya.
            Dia semakin kesulitan memusatkan perhatian pada segala
            sesuatu. Dia sama sekali tidak menyukai hal ini.
                Ketika bel pintu berdering, rasanya seakan Ove terbangun
            dari tidur yang hangat. Dia menggosok mata keras-keras,
            memandang ke sekeliling seakan khawatir ada yang melihat-
            nya.

                Bel pintu kembali berdering. Ove berbalik dan menatap
            bel seakan benda itu seharusnya merasa malu. Dia berjalan
            beberapa langkah memasuki lorong, merasakan tubuhnya
            sekaku plester dinding yang sudah mengering. Dia tidak tahu
            apakah suara berderit itu berasal dari papan-papan lantai
            atau dari dirinya sendiri.
                “Dan sekarang apa lagi?” tanyanya pada pintu bahkan
            sebelum dia membukanya, seakan pintu itu punya jawaban.
                “Sekarang apa lagi?” ulangnya sambil membuka pintu
            sebegitu kasarnya sehingga seorang gadis berusia tiga
            tahun terlempar mundur oleh embusan anginnya, dan jatuh
            terduduk secara sangat tak terduga.



                                       28
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38