Page 330 - A Man Called Ove
P. 330
Fredrik Backman
parkir di sana, tapi gagasan itu dilupakan begitu mereka tahu
kalau ongkos parkirnya satu krona lagi per jam.
Akhirnya mereka parkir di sini dan berjalan mengelilingi
blok untuk mencari kafe itu. Sebab Ove, seperti yang segera
disadari oleh Parvaneh, adalah jenis lelaki yang, ketika tidak
begitu yakin harus pergi ke mana, hanya terus berjalan lurus
saja ke depan, merasa yakin bahwa jalanan itu pada akhirnya
akan ketemu. Dan kini, ketika mereka tahu bahwa kafenya
terletak tepat di seberang tempat mereka parkir, Ove tampak
seakan inilah rencananya sedari awal. Parvaneh mengusap
keringat dari pipi.
Seorang lelaki berjanggut kotor acak-acakan sedang
bersandar di dinding di dekat situ. Ada cangkir kertas di
depannya. Di luar kafe, Ove, Parvaneh, dan si kucing bertemu
dengan pemuda ramping berusia sekitar dua puluhan dengan
sesuatu yang sangat mirip jelaga hitam di sekeliling matanya.
Perlu sejenak bagi Ove untuk menyadari bahwa dialah
bocah laki-laki yang berdiri di belakang pemuda dengan
sepeda itu, ketika Ove bertemu dengannya untuk kali
pertama. Pemuda itu tampak sedikit waspada, walaupun
dia tersenyum kepada Ove. Ove tidak tahu harus berbuat
apa selain mengangguk membalasnya. Seakan dia ingin
menjelaskan bahwa, walaupun tidak bermaksud membalas
senyuman itu, dia siap menerimanya.
“Mengapa kau tidak membiarkanku parkir di sebelah
mobil merah itu?” tanya Parvaneh ingin tahu, ketika mereka
membuka pintu kaca kafe dan melangkah masuk.
Ove tidak menjawab.
325