Page 331 - A Man Called Ove
P. 331
A Man Called Ove
“Aku pasti bisa melakukannya!” kata Parvaneh percaya
diri.
Ove menggeleng lelah. Dua jam lalu, perempuan itu tidak
tahu di mana letak kopling. Kini dia merasa jengkel karena
Ove tidak mengizinkannya menyelinap masuk ke tempat
parkir sempit.
Begitu mereka berada di dalam kafe, dari sudut matanya
Ove melihat bocah ramping bermata jelaga memberikan roti
lapis kepada gelandangan tadi.
“Hai, Ove!” teriak sebuah suara dengan begitu ber-
semangat hingga nadanya melengking tinggi.
Ove berbalik dan melihat pemuda dari gudang sepeda.
Pemuda itu berdiri di balik meja panjang mengilap di depan
ruangan itu, dan Ove melihat bahwa dia mengenakan topi
bisbol. Di dalam ruangan.
Si kucing dan Parvaneh bersikap seakan berada di rumah.
Parvaneh mengusap keringat dari kening walaupun udaranya
sedingin es di dalam sana. Sesungguhnya udaranya lebih
dingin daripada di jalanan di luar sana. Parvaneh menuang
air dari wadah di meja. Dengan cuek, si kucing meminum
sebagian air dari gelas Parvaneh, ketika perempuan itu sedang
tidak melihat.
“Kalian saling mengenal?” tanya Parvaneh terkejut sambil
memandang remaja itu.
“Aku dan Ove bisa dibilang berteman.” Remaja itu
mengangguk.
326